Lihat ke Halaman Asli

Edelin Fortuna

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Intip Perjuangan Marshanda, Artis Pejuang Bipolar Sejak Dini yang Berhasil Survive

Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram.com/marshanda99

Hidup memang tidak selamanya indah. Untuk menjadi manusia yang sebenarnya, ada masanya kita akan mengalami fase kelam di mana diri kita sedang hancur hancurnya yang tentunya tidak bisa kita prediksi kapan terjadinya dan bagaimana prosesnya. Begitu juga dengan Marshanda, penyanyi sekaligus aktris sinetron Indonesia itu didiagnosis mengidap depresi mayor di umur yang terbilang sangat muda. Tak hanya depresi mayor, selang beberapa waktu setelah depresi mayor, ia didiagnosis mengidap bipolar disorder. Bipolar disorder adalah gangguan mental di mana penderita mengalami perubahan mood yang drastis termasuk depresi dan episode mania/senang tak terkontrol. 

Penampilan barunya mengundang perhatian banyak orang pasalnya ia tampil dengan image yang lebih fresh dan tentunya dengan kondisi yang lebih baik karena berhasil survive dari mental illness-nya. Di balik ujian hidupnya, ia bisa memahami dan menginspirasi banyak orang yang senasib dengannya. Di beberapa talkshow, Marshanda turut hadir menjadi pembicara untuk berbagi pengalaman buruknya dan bagaimana ia bisa survive dari masa kelamnya. Simak terus sampai akhir!


Marshanda bukanlah tipe motivator yang menjelaskan pengalaman yang mudah atau menyenangkannya untuk memotivasi orang lain. Seringkali, ia lebih memilih membagikan sisi gelap dari misinya untuk sembuh dari mental illness-nya agar audiens merasa tidak sendirian. Marshanda pun hanyalah sebatas manusia yang bisa sakit dan tidak selalu tampil all out di depan layar kaca. Awal diverifikasi mengidap gangguan mental, Marshanda memang tidak bisa sepenuhnya menerima bahwa ia menjadi salah satu 2% persen warga Indonesia yang mengidap bipolar

Jika ditarik benang merahnya, Marshanda, acapkali mengonsumsi kopi hingga 5 kali sehari yang menyebabkan tubuhnya tidak bisa beristirahat dan selalu berenergi hingga tidak tidur sampai pagi, padahal ia harus berangkat sekolah dan kembali syuting hingga larut malam. Kejadian itu mengundang kekhawatiran dari kerabatnya. Lalu, seseorang merekomendasikan obat jenis benzodiazepine tanpa dosis dan anjuran dari dokter untuk dikonsumsi agar ia merasa lebih baik. Mustahil tanpa efek samping, Ia mulai sadar bahwa obatnya membuat keadaannya semakin memburuk, seperti menimbulkan kecemasan berlebih,  linglung, dan akhirnya ia memutuskan untuk berhenti total. Namun, ia sebelumnya tidak tahu menahu bahwa berhenti mengonsumsi obat secara tiba tiba itu memperparah sakitnya dan perlu dilakukan tapering. Akhirnya, ia terdiagnosis bipolar setelah merasa bahwa semua yang ia rasakan tidak benar dan berkonsultasi ke psikiater.

Marshanda mengaku bahwa ada informasi penting yang tidak disampaikan olehnya saat berkonsultasi dengan psikiater karena awalnya ia masih belum aware di usia yang masih belia. "Saat di psikiater, informasi paling penting tidak aku sampaikan which is aku mengonsumsi xanax setahun, diminum setiap hari lalu saya stop langsung ke nol," ujarnya di sebuah podcast. Lalu, ia diresepkan obat untuk depresi mayor karena dianggap memang sifat aslinya seperti itu pada saat berkonsultasi dan gejala berikutnya didiagnosis bipolar disorder.

1. Beradaptasi Dengan Obat

Untuk bertahan dan sembuh dari penyakitnya tentu tidak mudah. Awal mengonsumsi obat dari psikiater, Marshanda, akrab dipanggil Cacha, bercerita bahwa ia harus melalui proses adaptasi di mana ia harus mengalami efek samping, seperti sering mengantuk, dan merasa jadi orang yang berbeda. Proses adaptasi itu pun berbeda beda waktunya. Ia mengaku bahwa ia perlu setahun untuk mempunyai mental yang stabil dari hasil adaptasi obat tersebut. Pada akhir sesi berbaginya di laman YouTubenya, ia berkata bahwa mungkin penderita benar benar butuh obat saat sudah sampai di tahap benar benar tidak stabil, dan jangan hakimi diri karena butuh dosis yang cukup tinggi because you really need it to have a stable emotion, "Yang lebih penting adalah berfungsi, stabil, menjadi orang tua yang baik, dan kepada masyarakat," katanya.

2. Memilih Opsi Satu - Satunya

Berhadapan dengan satu satunya solusi adalah salah satu cara efektif untuk bertahan. Cacha pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya agar ia tidak perlu merasakan sakit lagi. Ia ingin lari dari semua lingkungan dan orang orang yang membuatnya sakit, namun ia tersadar bahwa satu satunya cara saat itu di mana ia mau tidak mau harus menghadapi lukanya tepat di titik luka itu dibuat. Cacha mencoba untuk berdamai dengan keadaan dengan memperbaiki hubungannya dengan keluarga sehingga mulai muncul komunikasi yang baik.

Instagram.com/marshanda99

"Yang tadinya aku selalu berpegangan dengan orang di luar circle hidupku karena tidak percaya dalam circle terdekat, aku (tidak punya pilihan) harus belajar get along dengan orang yang tidak satu pikiran denganku," ungkapnya. Karena hanya itu opsinya, ia mulai terbuka oleh orang terdekatnya, pelan pelan ia bisa menyampaikan apa kebutuhannya, apa ketakutan terbesarnya, dan apa yang ia harapkan dari sebuah hubungan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline