Lihat ke Halaman Asli

Hajatan Jakarta, "Indonesia" Yang Deg-Degan

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari berbagai Pilkada yang berlangsung, Pilkada DKI Jakartalah yg paling 'menawan.'  Entah magnet macam apa yg menarik warga Indonesia di luar Jakarta untuk peduli, mengamati & berharap-harap cemas dengan hasilnya.  Padahal yang akan dipilih adalah Gubernur DKI Jakarta, bukan Presiden Republik ini.  Bahkan, rasanya Pilkada ini lebih 'trending topic' ketimbang Pemilu lalu.

Sebenarnya mulanya sy berharap akan melihat dua pasang cawagub di 'final' ini berdebat dengan semangat negarawan.  Tapi, ya itu, kecewa dengan 'penampilan' salah satu pasangan cawagub.  Pasangan itu sama sekali tidak memperlihatkan kata & gerak yang terintegrasi dengan jabatan yang ingin diraih.  Figur pasangan tsb jauh panggang dari api, bila ingin memimpin Jakarta.  Malah melihat gaya mereka yang egois & arogan, sy tidak akan terlalu terkejut bila seandainya mereka kalah, mereka akan 'mendalangi' berbagai aksi yg meresahkan.  Sebab dalam diri pasangan yang arogan dan rasialis ini, sy 'mengendus' aroma kepicikan & jauh dari semangat kebangsaan yang luhur.

Namun yg sedikit menghibur adalah pasangan lawannya.  Meski belum terbukti jelas bisa memimpin Jakarta, tapi track record keduanya--cagub & cawagub DKI-- itu sungguh baik.  Keduanya pemimpin berprestasi, bersih dan punya sikap kenegarawanan.

Sy terkesan dengan pasangan yg terakhir ini.  Cara mereka menyampaikan visi-misi, cara mereka bereaksi terhadap serangan pada diri mereka, cara mereka menanggapi pertanyaan yang 'bodoh' dan ofensif, semua cara mereka merespons itu sungguh sedikit-banyak menunjukkan jiwa kepemimpinan yang baik, kalau tidak mau terlalu lebay dikatakan berjiwa negarawan.

Ibarat film, tanpa perlu diusung oleh Tim Sukes masing-masing pasangan cagub DKI, tingkah & sepak terjang mereka sudah dengan sendirinya memosisikan figur mereka sebagai figur antagonis & figur protagonis.  Pasangan berfigur antagonis tampaknya tidak belajar dari sejarah, bahwa kebesaran jiwa yg dirindukan muncul dalam diri pemimpin yg ideal & patut dipilih adalah kebesaran jiwa yang santun, sepi mencerca karena ramai berkarya, merangkul dan bukan primordialis, teruji keunggulan sepak terjangnya yg bukan hanya saat kampanye politis saja.

Kurawa versus Pandawa, begitu seloroh seorang warga republik ini.  Dan itu benar sekali.  Gambaran kesan seperti itulah yg saya lihat dalam pertarungan Pilkada DKI kali ini:  pertempuran Kurawa yang tinggi kuantitas politis versus Pandawa yang tinggi prestasi.  Ah, semoga hukum keadilan terjadi pada hari ini, 20 September 2012.  Hukum keadilan yang sudi atau tidak sudi telah terjadi, dan berlangsung sejak permulaan zaman.  Hukum yang menegakkan kenyataan bahwa, seburuk apa pun kondisi yang menyerang kebaikan, yang baik dan benarlah yang akan menang pada akhirnya.  Dalam kasus perang Baratayudha, biarlah happy ending itu terjadi dengan kemenangan Pandawa.  Semoga Yang Ilahi, Yang Mahamelihat lagi Mahamendengar, menegakkannya pada hari ini, amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline