[caption id="attachment_365324" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana di pintu masuk Eat Republic, Pondok Cabe, Tangerang"][/caption]
Setelah nyaris setiap hari saya lihat foto Bondan Winarno mengiklankan food court terbesar di Indonesia saat ini di pinggiran lapangan terbang Pondok Cabe, malam tadi saya bersama keluarga berkesempatan mendatangi food court tersebut. Mengagumkan dan membuat kita yang melihatnya cukup terperangah. Luas, besar dan memiliki lapangan parkir cukup luas. Saya memperkirakan luas area food court itu lebih besar dari 1,5 kali lapangan bola standard.
Makan dan minuman atau kuliner yang ditawarkan cukup beragam. Apa saja yang anda mau, nampaknya ada. Mulai dari tahu telor, tahu gejrot, kupat tahu, empal gentong hingga seafood yang disediakan di area tersendiri. Juga dimeriahkan oleh live music, yang volumenya sedikit terlalu keras menurut saya sehingga mengganggu convesation!
Sistem pembayaran dan pemesanan nampaknya juga telah menggunakan prasarana IT yang canggih. Namun memang masih bisa diperbaiki dari alur pemesanan dan pembayaran yang bolak balik dari counter ke cashier. Harga memang di atas rata-rata. Sepiring sate padang yang ukuran sedang harus ditebus dengan Rp 35.000 dan sebungkus kerupuk kulit ukuran kecil dihargai Rp 10.000, ceban!. Namun gak banyak yang pusing dengan harga yang relatif mahal itu. Nyaris semua meja dan kursi habis ludes, orang harus antri dan pandai2 menunggui konsumen yang sudah mau selesai dan pergi dari area.
Menariknya, meski mahal, pengunjung berjubel dan nampak menikmati Eat Republic.
Gejala ini sungguh menarik. Betapa hebatnya bangsa Indonesia, rakyat Indonesia paling tidak pelanggan Eat Republic malam ini. Tidak gaduh, aliran manusia dari pintu masuk hingga counter, cashier dan toilet, semua berjalan lancar. Singkat kata semua menikmati. Memang inilah juga gambaran real Republik Indonesia saat ini.
Rakyat Indonesia sangat cinta damai, tidak rusuh dan berkemampuan dengan daya beli memadai. Keinignan bersilaturahmi yang sangat besar sebagai bangsa yang berkeadilan sosial telah menjadi pendorong orang untuk bertemu muka dan berinteraksi langsung dengan kenalan, saudara hingga relasi bisnis. Kecintaan sebagian rakyat Indonesia akan cinta damai telah berdampak juga kepada merebaknya bisnis yang terkait dengan networking. Berbagai bentuk dan jenis restoran atau cafe yang memberikan fasilitas untuk bercengkrama dan berdiskusi lama tanpa gangguan menjadi semakin laris.
Jadi sebenarnya siapapun yang menjadi pemerintah/penguasa/pemimpin saat ini sudah selayaknya berterima kasih kepada pemimpin sebelumnya. Ekonomi kita maju cukup pesat dengan pertumbuhan 5,7%. Meski sekarang mengalami penurunan adalah hal yang lumrah, asal bisa dicegah dari kondisi yang semakin memburuk. Adalah menjadi tantangan ke depan bagaimana memelihara momentum yang telah kita dapat sebelumnya untuk terus dilanjutkan dengan pembangunan dan kebijakan pemerataan pendapatan yang nyata, bukan hanya lagi cita-cita dan harapan.
Kita tentu mengerti, ribuan orang yang mengunjungi Eat Republic malam ini tentu tidak bisa dijadikan acuan bahwa semua rakyat Indonesia telah meningkat kemampuan dan pendapatannya. Tetapi juga sangat sulit membantah sekarang juga bukannya zaman orang yang tidak mampu seperti buruh, petani, nelayan, hingga pekerja harian memotong telur menjadi 4 atau 6 bagian untuk anak2 mereka. Mereka sudah terbiasa memakan satu telur untuk sendiri atau paling juga dibagi 2. Bahkan terkadang sudah tidak dibekali lagi kesekolah karena sudah tersedia uang jajan meski terbatas.
Sesungguhnya pilihan untuk maju itu ada pada kedua pihak. Bagi pemimpin adalah bagaimana benar2 memajukan negeri ini dengan menomorduakan kepentingan pribadi, partai atau golongan dan mendahulukan kepentingan rakyat. Untuk rakyat, adalah bagaiman agar tidak mudah terpancing akan berbuat rusuh secara masal, atau bertindak melanggar hukum secara bersama dan tetap menjunjung tinggi hukum meski terkadang ada pelanggaran dari penegak hukum.
Bagaimanapun, potensi untuk menjadi negara besar bagi Indonesia adalah sangat besar, tinggal kepada pemimpin dan rakyatnya untuk memilih atau mau memilih. Mau tinggal landas atau memang terus di landasan?