BAGAIMANA KISAH PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI AUSTRALIA KINI? POPULERKAH BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA TETANGGA MASYARAKAT AUSTRALIA?
SILAKAN SIMAK WAWANCARA DENGAN PRESIDEN WILTA (ASOSIASI GURU BAHASA INDONESIA AUSTRALIA BARAT).
Sebagai tetangga dekat Indonesia, Australia agaknya memiliki perhatian khusus terhadap bahasa Indonesia. Setidak itulah yang ditampakan oleh pemerintah Australia ketika menyisipkan mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum pendidikan mereka.
Untuk memahamieksistensi perkembangan pengajaran bahasa Indonesia di Australia, khususnya Australia Barat, saya menghubungi Ibu Sue Cooper, Presiden Westralian Indonesian Language Teachers' Association (WILTA) alias Asosiasi Guru Bahasa Bahasa Indonesia Australia Barat, melalui e-mail. Dan inilah petikan wawancara antara saya (ER) dan Ibu Sue Cooper (SC).
[caption id="attachment_133514" align="aligncenter" width="309" caption="Ibu Sue Cooper, Presiden WILTA (foto : www.wilta.org)"][/caption]
ER : Kurikulum apakah yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia di Australia (atau Australia Barat). Apakahada campur tangan pemerintah Australia dalam pembuatan kurikulum tersebut?
SC : Saat ini masing-masing negara bagian atau teritori diAustralia punya masing-masing kurikulum, termasuk bahasa Indonesia. Itulah sebabnya, kurikulum WA sedikit berbeda dengan kurikulum di negara-negara bagian lainnya. Namun demikian, kurikulum khusus untuk pengajaran bahasa (termasuk bahasa Indonesia) akan mulai disusun antara tahun 2013 dan 2014 dan semua guru bahasa Indonesia di Australia harus menggunakan kurikulum yang sama dari tingkat TK sampai Kelas 12. Kurikulum Negara bagian saat ini disusun oleh lembaga-lembaga terkait negara bagian dengan memanfaatkan berbagai bidang pengajaran bahasa Indonesia mulai kelas dasar sampai tinggi. Nantinya, kurikulum nasional Australia akan disusun oleh sebuah lembaga Negara bernama Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority (ACARA), dengan memanfaatkan keahlian dari berbagai sektor pendidikan di Australia . ER : Apakah Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah Austaralia?
SC : Di beberapa sekolah, bahasa Indonesia adalah mata pelajaran wajib, dan di beberapa sekolah tidak, tergantung pada sekolahnya. Belum ada aturan yang jelas soal ini meskipun pernah diupayakan kewajiban belajar bahasa Indonesia dari Kelas 3 sampai Kelas 10. Kebijakan ini, karena berbagai alasan, tidak berjalan dengan baik, dan tak banyak siswa yang melanjutkan belajar bahasa Indonesia sampai kelas 12. Di Australia, ada enam bahasa utama yang dirancang untuk diajarkan di sekolah dasar dan sekolah menengah, yakniPrancis, Italia, Jerman, Cina, Jepang dan Indonesia. Situasinya beragam; kebanyakan sekolah dasar mengajarkan setidaknya satu bahasa asing pada dua level pertama. Ada juga yang mengajarkan bahasa dari tingkat TK sampai Kelas 6, ada pula yang mengajarkan bahasa pada kelas 2 saja. Pada tingkat sekolah menengah, belajar bahasa asing diwajibkan dari Kelas 7 dan 8, tapi tidak wajib pada kelas selanjutnya (menjadi mata pelajaran pilihan).
[caption id="attachment_133516" align="aligncenter" width="427" caption="DVD film Indonesia bisa disewa di Grove Library, Stirling Highway, Perth, Australia (foto : www.wilta.org)"][/caption] Pernah ada penekanan pada tahun 1990-an agar sekolah-sekolah mengajarkan bahasa-bahasa Asia dan sekolah-sekolah ini mendapatkan suntikan dana untuk pengajaran bahasa Cina, Jepang, Indonesia dan Korea. Banyak juga guru Australia yang memutuskan untuk belajar salah satu bahasa tersebut dan jadi guru. Pada saat itu, setidaknya di WA, ada peningkatan signifikan jumlah sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia. Namun, di akhir 1990-an dan awal 2000-an, bahasa Indonesia mulai kehilangan popularitas terkait dengan bom Bali. Pada pertengahan tahun 2000-an, pemerintah Australia menghentikan guyuran dana untuk program-program bahasa Asia, dan bahasa Indonesia ikut kena dampak negatifnya.Pada tahun 2008, pemerintah Australia mulai lagi mengguyur dana untuk program-program bahasa Asia, tapi program bahasa Indonesia masih terseok-seok. Perlu beberapa tahun ke depan untuk membuat program bahasa Indonesia naik daun lagi.
ER : Siapa sajakah gurunya? Apakah penutur asli Indonesia ataukah guru Australia, atau keduanya?
SC : Kami memiliki campuran guru Australia, Indonesia dan Malaysia. Di WA, ada banyak guru Malaysia yang mengajar bahasa Indonesia karena kurangnya orangAustralia yang bisa berbicara bahasa Indonesia, dan kurangnya penutur asli Indonesia.
ER : Buku pegangan apa yang digunakan? Saya mendengar BAHASA TETANGGAKU dan KEREN! INDONESIAN COURSE BOOK by Ian J. White banyak digunakan. Apakah boleh guru mengembangkan sendiri materi pelajaran mereka?
SC : Secara keseluruhan, para guru lebih banyak menggunakan bahan ajar mereka sendiri karena metode pengajaran bahasa terkini justru membuat buku-buku ini tak terlalu sering digunakan. Meskipun sekarang ada buku-buku teks yang cukup popular seperti BAGUS SEKALI 1, 2 dan 3, dan BERSAMA-SAMA dan buku-buku lainnya. Buku-buku yang Anda sebutkan, sudah tidak lagi dipakai. Kebanyakan guru sepakat bahwa belajar dari buku teks saja kurang efektif untuk pelajar di Australia; mereka lebih suka menggunakan metode komunikatif yang menekankan aspek-aspek komunikasi daripada tatabahasa, terutama untuk kelas-kelas awal. Kurikulum mensyaratkan agar pelajar menguasai kompetensi Berbicara dan Mendengarkan, Memahami lewat gambar atau video, Membaca, dan Merespon serta Menulis. Dengan demikian ada banyak komponen pembelajaran lisan dan kegiatan memirsa video di dalam proses belajar-mengajar, disertai dengan penekanan pada pembelajaran kolaboratif dan task-based (mengerjakan tugas) agar siswa lebih bisa menguasai apa yang telah mereka pelajari.
ER : Menurut Anda, bagaimana minat orang Australia terhadap Indonesia dan minat belajar siswa Australia terhadap bahasa Indonesia?
SC : Minat masyarakat Australia terhadap Indonesia secara keseluruhan tidak terlalu tinggi, yang pada gilirannya berpengaruh pada minat siswa belajar juga. Walhasil, ada bahasa lain yang lebih menarik. Secara pribadi,ini merupakan tragedi, dan para guru bahasa Indonesia saat ini tengah berjuang keras mencari cara untuk menangani situasi ini. Sumber permasalahannya, antara lain adalah :
1)Tingginya tingkat peringatan pemerintah Australia dalam hal travel advisory (larangan berkunjung) yang mempersulit guru dan siswa untuk berkunjung ke Indonesia, yang menjadi kendala bagi guru dan siswa untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa Indonesia. Selain itu, sulit pula bagi guru untuk mendidik siswa tentang Indonesia karena para guru dilarang membawa para siswa berkunjung ke Indonesia.
2)Rendahnya jumlah mahasiswa perguruan tinggi yang belajar bahasa Indonesia yang berarti tak banyak tersedia guru bahasa Indonesia lulusan perguruan tinggi.
3)Banyaknya kepala sekolah dan pengelola sekolah yang tidak memahami dan tidak mendukung pentingnya belajar bahasa Indonesia, ditambah dengan pemahaman dan salah pengertian bahwapembelajaran bahasa asing bukan merupakan bagian penting pendidikan siswa. Untungnya, dalam komunitas pengajaran bahasa Indonesia di Australia, ada sejumlah guru visioner yang telah berhasil mendongkrak minat positif pada bahasa Indonesia di sekolah-sekolah mereka. Contoh dari sekolah-sekolah ini adalah sekolah yang menawarkan kelas malam hari bahasa Indonesia bagi orangtua di samping kelas bahasa Indonesia regular untuk siswa di siang harinya. Kelas-kelas demikian saat ini sangat banyak diminati. Ada juga seorang guru yang handal di bidang teknologi yang menggagas penggunaan iPads untuk kelas bahasa Indonesia. Guru ini juga punya program klub Bahasa Indonesia Saat Makan Siang yang memutar film-film Indonesia untuk menginspirasi siswa. Program ini juga sangat populer.
ER : Bagaimana WILTA membantu mengembangkan dan meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia di WA?
SC: WILTA mengadakan berbagai seminar pengembangan professional dan peluang-peluang untuk membuka jaringan dengan guru-guru bahasa Indonesia. Kami memiliki website yang secara berkala memutakhirkan informasi tentang pengajaran bahasa Indonesia (www.wilta.org). Kamijuga menawarkan beasiswa pertukaran guru dengan IALF di Bali dan kursus-kursuslangsung di Indonesia untuk meningkatkan ketrampilan mengajar guru. WILTA juga memiliki perwakilan pada lembaga bernama Balai Bahasa Indonesia, Perth, yang misinya adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang Indonesia dan bahasa Indonesia itu sendiri di kalangan masyarakat WA. Hanya saja, kewenangan WILTA terbatas pada fakta bahwa WILTA hanyalah organisasi sukarelayang anggotanya terdiri dari guru-guru full-time dengan sumberdana yang hanya didapat dari iuran keanggotaan.
ER : Program kerjasama apa saja yang Anda jalin dengan lembaga-lembaga terkait di Indonesia ?
SC : Ada beberapa sekolah di WA yang saat ini menjalin program yang disebut BRIDGE dengan sekolah-sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah ini mengajarkan bahasa Indonesia, dan ada juga yang tidak. WILTA sendiri tidak berpartisipasi dengan BRIDGE, tapi sekolah saya menjalin kerjasama dengan sebuah sekolah di Malang sejak 2010 dan sejauh ini kami telah memiliki dua siswa dan guru pertukaran. Saya sangat bersemangat untuk mengembangkan jalinan ini lebih jauh karena saya menganggap bahwa peer-to-peer contact dan kunjungan-kunjungan seperti ini merupakan cara yang hebat untuk memotivasi siswa untuk belajar bahasa Indonesia. Saya beruntung sekolah saya adalah sekolah swasta dan bisa membuat keputusan sendiri untuk mengirim staf dan siswa ke Indonesia.
Demikian kutipan wawancara dengan Ibu Sue Cooper, seorang Australia yang memiliki minat besar untuk menjalin kesepahaman positif dengan Indonesia melalui pengembangan bahasa Indonesia di Australia Barat.
Nah, saya berharap agar pembelajaran bahasa Indonesia segera tumbuh lagi di Australia, setidaknya sebagai bahasa tetangga dan sebagai cara untuk meningkatkan pemahaman positif masyarakat Australia tentang Indonesia. Tak kenal maka tak sayang!
Hidup bahasa Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H