SEMUA orang hafal pesan ini di luar kepala: "Lebih baik mencegah daripada mengobati."
Artinya jangan tunggu sakit baru sibuk mengobati. Apalagi tunggu banyak orang jatuh sakit, sudah ada orang mati, dan penyakitnya sudah menular ke mana-mana baru kita berusaha mengatasinya. Telat!
Bukan saja telat, tetapi kesusahannya akan berlipat ganda. Apalagi persoalan kesehatan seperti pandemi virus corona. Ini musuh tidak terlihat yang sangat berbahaya. Tetapi kita beruntung karena sudah tahu kalau virus ini menular dari satu individu kepada individu lain. Sehingga bisa kita cegah, di antaranya dengan membatasi orang-orang dari zona merah memasuki zona hijau.
Tetapi, syarat pengajuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dibuat Jakarta itu sangat bertentangan dengan peribahasa di atas. Syarat ini lebih kepada mengobati daripada mencegah.
Mari kita lihat persyaratan yang harus dipenuhi sebuah daerah untuk mengajukan PSBB:
1. Peningkatan jumlah kasus atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu.
2. Penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu
3. Ada bukti terjadi transmisi lokal.
Syarat di atas itu ibarat membiarkan orang sakit bahkan ada orang mati dulu baru kita sibuk bertindak. Bukankah itu akan terlambat? Mengapa harus menunggu sampai virusnya sudah menular ke mana-mana dan sudah ada korban jiwa baru boleh melakukan penguncian?
Bagaimana mungkin kita sibuk dengan segala macam cara dan metode untuk menahan penularan virus di daerah yang sudah terpapar, tetapi kita tidak mencegah virus mematikan ini memasuki daerah yang masih steril?
Baiklah, ada tantangan begini: Tunjukan negara mana yang berhasil setelah mereka melakukan lockdown!
Menurut saya, negara-negara yang gagal meskipun telah melakukan lockdown, karena mereka juga terlambat melakukannya.