Lihat ke Halaman Asli

Eddy Mesakh

WNI cinta damai

Catatan Kontras Kornelis Langu dan Agustinus Tai

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DARI ring tinju perhelatan SEA Games 28 Singapura (2015), petinju Indonesia Kornelis Kwangu Langu (25), menyumbang medali emas untuk Indonesia. Pemuda asal Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), ini mengharumkan nama bangsa sekaligus memberikan kebanggaan bagi masyarakat NTT, terlebih di daerah asalnya, Sumba Timur.

Pada saat bersamaan, nama seorang pemuda asal Sumba Timur lainnya, Agustinus Tai Andamai (25), ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan yang kini menghebohkan Indonesia. Agustinus mengaku telah melakukan pembunuhan sadis disertai kekerasan seksual terhadap bocah perempuan bernama Angeline (8) di Denpasar, Bali.

Kornelis berasal dari Waingapu, Ibukota Kabupaten Sumba Timur. Sedangkan Agustinus berasal dari Desa Rambangar, Kecamatan Haharu, kabupaten yang sama. Menariknya, selain sama-sama berasal dari Sumba Timur, keduanya seusia, dan juga bermukim di Bali. Tetapi buku kehidupan yang sedang ditulis kedua pemuda ini sangat kontras. Nama Kornelis sudah lama dikenal publik sebagai petinju berprestasi kelas dunia, sebaliknya nama Agustinus tiba-tiba mencuat dan dikenal luas oleh publik lantaran tindak kriminal (jika nanti terbukti) yang tergolong sadis.

Publik dengan mudah melacak jatidiri Kornelis melalui berbagai artikel dan pemberitaan media massa. Mulai berduel sejak di Sumba dengan hadiah Rp 250 ribu sekali adu pukul di atas ring, kemudian bertarung di laga resmi mulai tahun 2009, pengagum Chirs Jon itu tak berhenti mencatat prestasi. Seabreg prestasi gemilang dari dunia tinju antara lain meraih medali perak NTB Cup 2011, juara nasional (2011), medali perunggu Wapres Cup (2011), medali perunggu Wapres Boediono Cup I (2012), medali perunggu PON Riau (2012), medali emas Wapres Cup II (2013), medali emas Cina Taipei (2013), medali emas kejuaraan di Kuba (2013), medali perak Malaysia Agung Cup (2014), medali perunggu Rusia Cabaro Cup (2014). Rabu 10 Juni 2015, Kornelis mengibarkan Sang Saka Merah Putih diiringi kumandang Indonesia Raya di Hall 2 Singapore Expo, usai mengalahkan petinju Filipina, Roger Landon, dalam partai final kelas 46-49 kg SEA Games 2015.

Sebaliknya, tak banyak orang tahu seperti apa sosok Agustinus. Tiba-tiba namanya mencuat mengisi halaman surat kabar, situs-situs berita, televisi, radio, serta jadi perbincangan hangat di seantero Republik. Bahkan Bupati Sumba Timur, Gideon Mbilijora, masih perlu menelusuri keberadaan keluarga Agustinus di kampung halamannya. "Kami akan cek keluarga pelaku di kampungnya," kata Bupati dikutip Metronews, Kamis (11/6/2015).

Yang publik tahu, Agustinus adalah tersangka kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Angeline, bocah perempuan 8 tahun, lalu menguburkan jenazah korban di bawah kandang ayam di belakang rumah yang beralamat di Jl Sedap Malam, Denpasar, Bali. Agustinus baru seminggu bekerja sebagai asisten rumah tangga pada ibu angkat korban, Margareith C Megawe, tetapi dipecat pada 18 Mei 2015, atau dua hari setelah Angeline dinyatakan hilang. Itu berarti dia mulai bekerja pada 11 Mei 2015 dan baru empat hari bekerja di rumah itu (16 Mei 2015) dia sudah (disangka) membunuh dan memperkosa korban. 

Bocah malang Angeline mengalami penyiksaan sungguh keji, tergambar dari hasil autopsi oleh dokter forensic RSUP Sanglah. Banyak luka lebam dari pinggan ke bawah, luka lebam pada dada samping kanan, leher samping kanan, dahi samping kanan, pelipis kanan, dahi samping kiri, batang hidung, pipi kiri atas, pipi kiri bawah telinga, leher samping kanan, dan leher kanan atas bahu. Bekas jeratan tali sebanyak empat lilitan pada leher serta bekas sundutan rokok di tubuh korban.

Gambaran mengenai kondisi tubuh bocah kelas II SD itu cukup menerangkan bahwa dia dihabisi secara keji. Membandingkan tersangka – dalam hal ini Agustinus – dengan korban, seorang bocah perempuan berusia delapan tahun, nyaris tak mungkin dia melakukan perlawanan. Gadis kecil ini hanya bisa menjadi bulan-bulanan seorang pria dewasa yang berselisih umur 17 tahun dengannya. Jika boleh menduga, tampaknya pelaku sangat membenci korban. Apakah Agustinus begitu membenci korban sehingga menghabisinya dengan cara yang demikian sadis? Apakah dia memiliki motif kuat lebih dari sekadar ketakutan perbuatan kejinya terungkap? Benarkah korban meninggal pada 16 Mei 2015 atau bertepatan pada hari dia dinyatakan hilang? Semuanya akan terungkap manakala kasus ini masuk ke ruang persidangan.

Bukti dan motif

Margareith dan keluarganya mengumumkan dan melaporkan kehilangan Angeline sejak 16 Mei 2015. Banyak orang ikut terlibat dalam pencarian bocah itu ke berbagai pelosok, tapi akhirnya, setelah dinyatakan hilang selama 25 hari, justru ditemukan terkubur dan sudah membusuk di belakang rumah orangtuanya sendiri. Polisi memeriksa tujuh orang sebagai saksi, lalu meluncur pengakuan dari mulut Agustinus bahwa dirinyalah yang membunuh korban, juga memperkosanya. Jadilah Agustinus sebagai tersangka tunggal (untuk sementara) dalam kasus ini.

Tentu kepolisian tak sembarang menetapkan tersangka hanya berdasarkan pengakuan pelaku. Hal terpenting adalah alat bukti yang kuat dan sahih bahwa pelakunya benar-benar Agustinus. Apalagi dia mengaku telah memperkosa korban, maka kemungkinan besar ada cairan tubuhnya tertinggal di jasad korban. Tak hanya itu, karena ‘menyentuh’ tubuh korban, bisa dipastikan ada jejak DNA pelaku pada tubuh bocah malang itu. Sayangnya, tim dokter forensik menyatakan sulit mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan seksual karena kondisi jenazah sudah membusuk dan kematian korban sudah lebih dari tujuh hari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline