Lihat ke Halaman Asli

Eddy Mesakh

WNI cinta damai

Saya tak Kenal Dahlan Iskan, Tapi

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUDAH tengah malam ketika saya membuka laman Kompas.com, Sabtu 6 Juni 2015, sekitar pukul 02.00 dinihari. Saya sangat terkejut membaca judul berita; "Dahlan Iskan Ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kejati DKI". Mestinya kabar ini tak terlalu mengejutkan, mengingat isunya sudah bergulir sebelumnya. Tapi saya kok tetap kaget membaca judul berita itu. Saya berkata dalam hati, "Akh, masak DI korupsi? Yang benar saja... Untuk apa dia korupsi? Supaya jadi orang terkaya se-Indonesia?" 

Bagi saya, ini orang sudah "mati" sekalipun hari ini dia masih hidup. Maksud kalimat itu, DI seharusnya) sudah benar-benar mati alias meninggal dunia sejak tahun 2007. Berkat operasi ganti hati yang dilakukan di Tiongkok, 6 Agustus 2007, dan tentu saja karena kuasa Ilahi, dirinya masih hidup dan tampak sehat. Dia sudah divonis bakal meninggal enam bulan kemudian setelah ketahuan terkena kanker hati. Menurut saya, orang yang selamat dari maut setelah melalui proses yang rumit seperti ini, akan memiliki semangat lebih besar untuk melakukan hal-hal baik yang belum dikerjakannya "semasa hidup". Dia bukan politisi dan menerima posisi sebagai Dirut PLN merupakan yang pertama kali terjun ke urusan yang tak lepas dari urusan politik itu. 

Jadi, agak mustahil DI bernafsu memburu kekayaan, apalagi dengan tindakan tidak terpuji seperti melakukan korupsi uang negara. Dirinya sudah cukup kaya. Mungkin bisa dikatagorikan kaya raya. Dia adalah bos sebuah surat kabar besar bernama Jawa Pos, punya ratusan koran daerah lengkap dengan percetakannya, memiliki dua perusahaan pembangkit listrik, dan sebagainya. Jadi, untuk apa dia korupsi?

Mungkin orang akan bilang begini; "Sifat dasar manusia kan tak pernah puas dengan apa yang telah dicapai." Tapi hati saya tetap ragu seorang DI melakukan tindakan tidak terpuji itu. Saya yakin DI terseret kasus korupsi Proyek Pembangunan Gardu Induk PLN Jwa, Bali, dan Nusa Tenggara, semata-mata karena posisinya sebagai Dirut PLN. Karena dialah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek senilai Rp 1,06 triliun itu. Mau tak mau Dahlan harus bertanggungjawab atas persoalan yang terjadi terkait proyek tersebut.

Tetapi kalau menyebutnya korupsi untuk memperkaya diri, nanti dulu...

Sebentar... sebelum lanjut, apa maksudnya Eddy Mesakh membela Dahlan Iskan di sini? Saudaranya? Teman baik? Kenalan? Atau mungkin karyawannya? Tak satupun! 

Saya tak kenal DI, kecuali tahu bahwa Beliau bos Jawa Pos Group dan sejumlah perusahaan, mantan Dirut PLN, mantan Menneg BUMN, pernah ikut konvensi Capres Demokrat, Ketua Serikat Pekerja Suratkabar (SPS), dan orang yang cita-citanya "hanya ingin punya sepeda".  

Bahkan tak pernah sekalipun berjabat tangan dengan DI. Pernah bertemu sekali di Batam, persisnya di Hotel Goodway sekira pertengahan Desember 2007, dalam acara pelantikan pengurus SPS Kepri sekaligus bedah buku  "Ganti Hati" yang ditulis DI yang bercerita tentang pengalamannya menjalani operasi penggantian/cangkok liver. Ketika itu saya masih aktif sebagai wartawan dan hadir di sana sebagai penjaga "lapak" koran tempat saya bekerja.

Jadi, "pembelaan" saya terhadap DI semata-mata karena tidak percaya dirinya telah melakukan korupsi. Itu saja...!  "Lucunya", ketika para tersangka korupsi yang benar-benar melakukan korupsi mati-matian membela diri dan tak mau bertanggungjawab atas perbuatannya, DI malah secara tegas menyatakan: "Saya ambil tanggungjawab ini." Saya lebih yakin DI adalah korban dalam kasus ini. (*)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline