[caption id="attachment_355455" align="aligncenter" width="441" caption="Basuki Tjahaja Purnama (sumber: cdn.metrotvnews.com)"][/caption]
BANYAK pendukung tapi tak sedikit pula para pencela Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gubernur DKI Jakarta ini dianggap bergaya koboi, tidak normal, gila, tak tahu etika, tak punya sopan-santun, arogan, dan bejibun nilai minus disematkan kepadanya terkait karakter dan gaya bicara keras, spontan, dan ceplas-ceplos.
Ahok dianggap berperilaku menyimpang karena tingkah lakunya dinilai bertentangan dengan norma-norma ketimuran yang berlaku di negeri ini. Beberapa pengritik secara lebih halus menyatakan bahwa gaya bicara Ahok yang meluap-luap bukan contoh yang baik bagi masyarakat, terutama anak-anak. Sebagai figur publik, mereka mendesak Ahok agar lebih arif, halus, dan lemah lembut dalam bertutur. Beberapa kalangan malah khawatir pengaruh ‘buruk’ Ahok bisa merusak norma-norma ketimuran kita dan itu sebuah pelanggaran etika yang tak bisa ditolerir. Karenanya dia pantas dimusuhi dan jabatannya harus dilucuti. Orang ini harus dilengserkan secepatnya!
Celaka dua belas! Kian hari semakin kabur pemahaman kita mengenai adat dan norma ketimuran itu sendiri. Rupanya kepekaan kita sudah tumpul sehingga kurang menyadari telah terjadi pengeroposan pada sendi-sendi adat ketimuran itu sendiri, yakni melorotnya nilai-nilai kebenaran, moral (etis), dan keagamaan. Kacamata kuda yang kita pakai telah menyempitkan pandangan sehingga meskipun telah berusaha kritis, sikap kritis itu malah menelanjangi kekeruhan pikiran kita sendiri. Kita tak bisa melihat dengan jelas fenomena kesantunan dalam kemunafikan yang dipertontonkan para tokoh yang menyebut dirinya politisi kawakan.
Akibatnya kita cenderung menuntut dan semakin mengutamakan sikap dan perilaku yang tampak kulit luarnya saja. Tak salah bahwa norma ketimuran bercirikan sopan santun, bersikap ramah, dan bertutur kata lembut (tapi orang Indonesia Timur – Sulawesi, NTT, Maluku, dan Papua lebih suka bicara keras :D ). Tetapi jangan lupa, bersamaan dengan itu ada tuntutan norma untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral, tidak individualistis, suka menolong tanpa pamrih, dan mengutamakan kepentingan kolektif di atas kepentingan pribadi/golongan.
Makanya Ahok yang bukan malaikat itu memilih langkah “brutal”, yakni buat apa bertutur kata nan lembut gemulai mendayu-dayu kalau isi hati kita busuk dan suka bersekongkol dengan kelompok-kelompok korup untuk mengangkangi kepentingan rakyat banyak? Pilihan sikap Ahok menampilkan dirinya seperti manusia tidak normal di tengah masyarakat yang (katanya) menjunjung tinggi norma dan adat ketimuran. Coba tutup mata dan telinga dan mulai melihat Ahok dengan hati. Saksikan dan dengarkan suara lembut dan jujur tanpa kedengkian yang keluar dari nurani Anda masing-masing.
Sikap Ahok yang meledak-ledak timbul dari kegelisahan hatinya melihat perilaku elite yang rakusnya minta ampun dan berkesinambungan pula! Dia enggan bersikap manis demi tidak melukai siapapun tetapi justru memenjarakan nuraninya sendiri sembari menutup kebenaran dengan kepura-puraan. Niat-niat busuk para penghisap darah kian memicu ledakan nurani yang termanifestasi melalui teriakan lantang tentang kebobrokan tanpa toleransi. Lebih baik terhina dan tercela karena mengikuti desakan nurani daripada bersikap manis sambil membiarkan kelompok maling dan begal asyik masyuk menikmati kemewahan dan pesta pora di atas penderitaan rakyat. Tak ada toleransi bagi begal yang kemarin maling, hari ini maling, dan sedang menyusun rencana maling untuk hari esok.
Ahok bukan dewa, bukan pula orang suci. Tak banyak ayat-ayat suci berhamburan dari mulutnya. Dia justru tampak seperti sosok antagonis. Tetapi kegilaan dan “ketidaknormalan” Ahok mestinya membuka mata kita, memberikan pencerahan bahwa kebanyakan kitalah yang justru tidak normal lantaran semakin permisif terhadap penyimpangan dan kemunafikan kalangan elite.
Dengan “dua dosa” yang dipikulnya - sudah Kristen Cina pula - Ahok justru memiliki keberanian moral untuk mempertahankan nilai-nilai yang dianggapnya benar serta menolak berkompromi dengan para penyeleweng. Maka tak heran Ahok tampak nothing to lose meskipun sikapnya ini bisa mengakibatkan dirinya dipecat dari jabatannya atau dijebloskan ke balik jeruji besi sekalipun. Ahok yang bukan malaikat itu sudah bersumpah untuk memperhamba dirinya kepada tugas mulia seorang pemimpin demi kebaikan rakyat Jakarta sekaligus menjadi role model bagi para pemimpin lainnya.
Mari, silakan makzulkan Ahok sang “perusak” norma itu sekarang juga. Lebih cepat lebih baik! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H