Lihat ke Halaman Asli

Eddy Mesakh

WNI cinta damai

Fadli Zon Belum Punya e-KTP?

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon memimpin rapat pemilihan dan penetapan pimpinan di Komisi II DPR, Kompleks Gedung Parlemen, senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014). (Indra Akunto/KOMPAS.com)

[caption id="" align="alignnone" width="780" caption="Wakil Ketua DPR Fadli Zon memimpin rapat pemilihan dan penetapan pimpinan di Komisi II DPR, Kompleks Gedung Parlemen, senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014). (Indra Akunto/KOMPAS.com)"][/caption] MUDAH-MUDAHAN Wakil Ketua DPR Fadli Zon sudah memiliki KTP elektronik atau e-KTP. Jika belum, terpaksa harus mengurus KTP sementara, sebagaimana dikatakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Tidak mungkin! Seorang politisi besar dan kini duduk sebagai pimpinan di DPR, hampir dipastikan Fadli sudah memiliki e-KTP. Itu artinya, data pribadi beliau pun sekarang sedang disimpan pada server - mungkin tepatnya data center - di luar negeri, entah di Belanda, entah di India.  Sepertinya hal ini tidak masalah buat Fadli, makanya beliau mendesak agar proyek tersebut tidak boleh dihentikan meskipun hanya sementara. Sebagai wakil rakyat, apalagi pada posisi Wakil Ketua DPR, pastinya Fadli sangat memikirkan kepentingan rakyat. Tentu dia tidak ingin rakyatnya kesulitan lantaran tidak memiliki kartu identitas diri yang amat penting  itu.  Selain itu, seperti dikutip Kompas.com, Fadli mengatakan bahwa dana proyek e-KTP sangat besar - "kalau tidak salah Rp 6 triliun - Rp 7 triliun"-  sehingga apabila dihentikan sementara maka dana yang sudah dihabiskan tidak bisa termanfaatkan dengan baik. Permasalahannya, bagaimana mungkin proyek tersebut lanjut jika masih bermasalah? Apalagi jika masalahnya banyak dan terutama menyangkut rahasia negara, dalam hal ini data pribadi ratusan juta penduduk Indonesia rentan disalahgunakan. Apa boleh buat? Fadli tetap mendesak agar proyek ini dilanjutkan sembari mencari di mana letak persoalannya. "Harusnya dicari masalahnya di mana. Kalau enggak ada penuntasan, yang rugi negara juga," kata Fadli. Lalu kira-kira apa komentar Fadli bilamana proyeknya tetap lanjut kemudian malah masalahnya tambah besar? Baiklah, mari kita pakai analogi begini;

Jika rumah Anda sedang terbakar di bagian dapur, apinya masih kecil. Saat itu Anda sedang membangun teras.  Karena apinya belum terlalu besar,  Anda putuskan untuk tetap sibuk membangun teras sambil mencari tahu mengapa dapurnya bisa terbakar. Lantaran sudah mengeluarkan banyak biaya, apapun yang terjadi, pembangunan teras tidak boleh dihentikan meskipun cuma sementara. Nah, ketika Anda sedang mencari tahu masalah, apinya terus membesar. Sekarang mulai melahap bagian rumah yang lain. Akhirnya Anda tahu apa penyebab dapur bisa terbakar. Sungguh disayangkan, ketika Anda sudah tahu penyebab kebakaran, seluruh rumah hingga teras yang baru Anda bangun itupun sudah ludes dikunyah-kunyah si jago merah.

Bahkan seorang Roy Suryo yang merupakan bagian dari pemerintahan SBY pun terkaget-kaget ketika tahu server e-KTP ada di luar negeri. Ya, walaupun Roy itu mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, sejatinya dia itu pakar telematika. Sehingga Roy bilang, seharusnya server e-KTP berada di Indonesia, karena ini menyangkut kerahasiaan identitas warga negara yang semestinya dilindungi oleh pemerintah.  Wah, mestinya tempo hari Pak SBY menugaskan Roy sebagai Menkominfo, bukan Menpora. Mungkin Pak Fadly dan Pak Roy sebagai sesama anggota Koalisi Merah Putih (KMP) belum saling koordinasi, makanya pendapat keduanya tak sama. Baiklah kalau begitu. Sementara kita mengurus KTP sementara, sementara itu KPK juga  sementara menjalankan tugasnya mengusut patgulipat kasus e-KTP ini. Konon kabarnya nilai korupsi kasus ini mencapai Rp 1,12 triliun dan bisa saja lebih dari itu. Untuk sementara baru satu orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Pak Sugiharto selaku Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Eh, bukankah nilai Rp 1,12 triliun itu sudah lebih dari cukup untuk ongkos membangun data center sendiri? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline