Lihat ke Halaman Asli

Jokowi: Sang Fenomena

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilpres sudah semakin dekat, tidak terasa. Rabu depan, 9 Juli 2014, rakyat Indonesia akan menentukan siapa yang akan memimpin bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan. Masa kampanye juga semakin pendek. Hanya 6 hari lagi. Setelah itu masa tenang dimana setiap orang perlu merenungkan kembali visi, misi, dan program tiap-tiap kandidat, sebelum menentukan pilihannya masing-masing.

Saya ingin menggunakan hari-hari tersisa ini untuk mencurahkan hati saya, selagi saya masih bisa, untuk setidak-tidaknya memberikan dukungan kecil kepada kandidat yang saya hormati.

Bagi saya, Jokowi berpenampilan seperti orang kampung. Wajahnya tidak menarik, bicaranya terbata-bata, terlihat tidak lugas, kurus, miskin, dan tidak mempunyai potongan pemimpin yang tegap, gagah, dan berwibawa. Lalu, mengapa saya tertarik dengan seorang Jokowi? Entah kenapa, kehadiran dia di Jakarta, beberapa tahun lalu, seperti membawa kesegaran terhadap harapan saya untuk melihat adanya perubahan untuk kota tercinta. Mengapa? Karena saya melihat mantan Gubernur sebelumnya hampir tidak melakukan apa-apa untuk kota Jakarta, entah mengapa. Meskipun, sesungguhnya, mantan Gubernur tersebut adalah satu almamater dengan saya. Beliau orang yang terhormat, tapi bagi saya, profesionalisme dan dedikasi menjadi hal yang penting untuk seorang pekerja. Hal itu tidak nampak pada dirinya.

Kembali kepada Jokowi. Dalam hati kecil, saya juga kuatir apa seorang Jokowi mampu memimpin Indonesia. Apa dia bisa berbahasa Inggris dengan baik? Apa penampilan dia yang seperti itu bisa memberikan kebanggaan dan kewibawaan bagi bangsa Indonesia? Banyak hal yang perlu dibenahi dari seorang Jokowi agar dia dapat ditampilkan secara baik ke luar, terutama dunia internasional. Namun, jika hal itu dilakukan, apakah karakter asli seorang Jokowi tetap ada atau menjadi hilang akibat dari “bungkus-bungkus” yang dipasang di sekeliling dia? Tentu, saya dan banyak orang tidak mau hal itu terjadi. Bagaimanapun, karakter seorang Jokowi adalah salah satu bagian yang paling menarik dari dirinya.

Yang jelas saya lihat selama kepemimpinan Jokowi di Jakarta adalah hal-hal yang selama ini tidak dipedulikan, mulai dipedulikan. Hal-hal yang selama ini ditinggalkan, dihidupkan kembali. Hal-hal yang selama ini dipersulit, menjadi lebih baik. Tidak perlu satu per satu disebutkan karena sudah banyak diberitakan di koran. Prinsipnya, perubahan betul-betul terjadi dan mulai berjalan. Tidak ada seorang “superman” yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang sudah dibiarkan bertahun-tahun lamanya. Namun, si Joko ini, setidaknya mulai melakukan langkah-langkah kecil dan tegas untuk kembali melangkah. Hasilnya, kota Jakarta, dengan segala kesulitannya, kembali bergerak ke arah yang lebih jelas.

Timbul pertanyaan, apa saya pendukung Jokowi? Ya. Mengapa? Alasan-alasan di atas seharusnya sudah bisa menjawab hal itu. Apa selalu menyetujui kebijakan-kebijakannya? Belum tentu. Saya seorang pengusaha. Ada beberapa kebijakan Jokowi yang mengganggu saya. Namun, saya juga menyadari bahwa kebijakan-kebijakan tersebut setidak-tidaknya sudah dipertimbangkan baik-baik dan sesuai prosedur yang berlaku. Di dalam ketidaksetujuan saya, saya juga menyadari bahwa sebagai penduduk yang setiap hari membaca koran atau mendengar dari berita di televisi, tentunya pemahaman saya berbeda dengan apa yang dipahami Jokowi sebagai seorang Gubernur. Saya menyadari bahwa informasi yang saya peroleh jauh lebih sedikit dengan informasi dan fakta-fakta yang ada pada Jokowi. Sebagai seorang pengikut (follower), saya harus menyerahkan dan percaya kepada pemimpin (leader) saya untuk mengambil keputusan yang baik. Tentunya, keputusan atau kebijakan itu bukanlah bagi saya seorang, tapi bagi kebanyakan orang. Sulit untuk memperoleh keadilan yang proporsional bagi semua orang. Namun, setidak-tidaknya hal itu bisa diupayakan.

Lalu, mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa si Jokowi ini, yang begitu sederhana, kurus, dan latah, bisa begitu fenomenal? Apakah bentuk pencitraan? Saya bingung dari awal ketika mendengar kata “pencitraan”. Terus terang, saya bingung apa sebetulnya maksud dari “pencitraan”. Apa itu yang dimaksud dengan “acting” atau “berpura-pura”? Begitu hebatnya Jokowi “berpura-pura” bertemu warga miskin, masuk ke selokan, got, banjir kanal, ke tempat-tempat bau, becek, dan kotor. Di dalam hati saya, pihak-pihak yang melihat bahwa itu suatu “pencitraan” adalah pihak-pihak yang mempunyai pikiran picik. Apakah saya yakin bahwa Jokowi tidak melakukan “pencitraan”? Harapan dan keyakinan saya tidak. Namun, “pencitraan” yang sehat tetap diperlukan karena itu juga merupakan sarana untuk memasarkan diri sendiri. Itulah yang dilakukan orang-orang cerdas. Apakah tindakan Jokowi itu juga merupakan usaha dia memasarkan dirinya, saya tidak tahu. Hanya Jokowi yang bisa menjawabnya.

Hal lain yang menjadikan dia fenomenal, menurut pengamatan sederhana saya, adalah karena orang Indonesia sudah muak dan kesal dengan tampilan para pejabat yang arogan dan mewah. Setidaknya, itulah yang saya rasakan. Ketika saya melihat Jokowi, dia langung membuat saya “jatuh hati”. Fakta, tidak hanya saya yang “jatuh hati”, tapi berjuta-juta rakyat Indonesia. Kesederhanaan, kejujuran, kesantunan seorang Jokowi itulah yang membuatnya fenomenal, bukan “pencitraan”. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada yang istimewa dari nilai-nilai Jokowi, selain bahwa nilai-nilai tersebut adalah hal yang wajar yang setiap orang tahu. Lalu, saya bertanya mengapa hal-hal itu bisa membuat seseorang menjadi begitu fenomenal? Saya rasa karena orang-orang sangat merindukan seseorang yang mempunyai dan menjunjung tinggi nilai-nilai hidup yang sangat mendasar karena nilai-nilai tersebut tidak berhasil ditemukan pada pejabat-pejabat Negara kita. Itulah fenomena seorang Jokowi yang saya pahami.

Jokowi – JK adalah kita. Mari kita dukung bersama. Salam 2 jari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline