Madin melompat-lompat kecil penuh gembira, beberapa anak yang lebih tua tampak sedang sibuk. Mereka terlihat sedang merapihkan dan membersihkan Rebana dan gendang kecil, yang baru saja diberikan pak Ketua RT. Rupanya alat tabuhan itu baru saja diambil dari dalam gudang rumah pak RT. Jadi bisa dimaklumi kalau dipenuhi debu kotoran dan juga sarang serangga.
Jam sudah menunjukkan waktu pukul 03.00. Pak RT masih berdiri didepan rumahnya, sepuluh anak bergerombol dan berceloteh riang sembari mempersiapkan peralatan bunyi bunyi-an yang akan dipergunakan untuk membangunkan para warga yang akan sahur.
Irwan, anak paling tertua diantara semuanya menyusun siapa saja yang harus berada di barisan depan, dan siapa pula yang harus berada di barisan tengah dan belakang. Terhitung ada sepuluh anak di dalam rombongan itu, Madin termasuk tiga anak terkecil dalam rombongan, jadi ketiga anak itu diberi tempat di bagian sebelah depan barisan.
Dari halaman nya, dengan terharu pak RT memandang kesibukan anak-anak itu. Ada yang membantu membersihkan gendang kecil, rebana, serta tambur mini. Sebagian lainnya saling berceloteh dengan ceria. Jelas sekali jika saat itu hati mereka sedang gembira.
Kini pak RT mengalihkan pandangnya ke-arah seberang rumahnya. Pada sebuah rumah yang berpenampilan sederhana tetapi cukup besar, dan ada sebidang halaman kecil yang ditanami rumput. Sebuah papan kecil yang ditopang dua tiang tongkat besi setinggi dua meter tertanam kokoh di halaman itu. Pada permukaan papan, tertulis dengan huruf kapital besar- RUMAH YATIM PIATU RAHMAT ALLAH-.
Tanpa sadar, bola mata pak RT sekejap berkaca-kaca. Perlahan ingatannya mengulang kenangan, saat beliau masih menjadi penghuni RUMAH YATIM PIATU RAHMAT ALLAH.
Ya, beliau dulu adalah salah satu penghuni rumah yatim-piatu itu. Ibunya wafat menyusul Ayahnya yang juga telah tiada ketika beliau masih duduk dikelas dua SD. Karena sanak saudaranya juga bukan orang yang berada. Walaupun dengan berat hati, sanak saudara nya mengirim beliau ke panti asuhan RAHMAT ALLAH itu.
Cukup lama pak RT kecil berada di panti asuhan, dan mendapat pekerjaan setelah lulus SMA. Dan mungkin sudah jodoh ketika beliau menikahi putri dari ibu pengasuh panti, sampai beliau akhirnya ikut juga mengelola panti tersebut. Karena ibu pengasuh panti yang sehari-hari punya sebutan bu Ningsih yang sekaligus sebagai mertuanya sudah mulai beranjak menua.
Selama ikut mengelola panti pak RT jadi paham, bahwa hidup-matinya sebuah panti asuhan, sebagian besar berasal dari dana donatur atau penyumbang. Tetapi tak selamanya sumbangan bakal berjalan lancar, terkadang tersendat. Sehingga pengasuh harus punya kepintaran mengelola dana, agar perut para anak asuhan tak terlalu keroncongan.
Datangnya bulan puasa menjelang Lebaran, adalah sesuatu hal yang paling ditunggu anak-anak . Karena, biasanya Panti di banjiri sumbangan dari donatur langganan atau penyumbang dadakan yang mungkin tergugah hatinya oleh nasib anak yatim-piatu.
Karena di panti tak ada gudang, maka sebagian kamar anak-anak akan dipenuhi oleh sumbangan bahan makanan seperti, beras, mie instan, kecap dan macam jenis lainnya. Ada juga yang berupa uang yang biasanya akan disimpan oleh bu Ningsih . Dan kalau berlebih akan digunakan untuk keperluan sehabis Lebaran.