Pada harian Kompas tanggal 25 September 2014 ada barita pada halaman satu berjudul "Lapangan Kerja kunci pertumbuhan. Pada halaman 15, berita itu menyatakan: Kemampuan pertumbuhan ekonomi menyerap tenaga kerja turun dari 400.000 orang pada setiap 1% tahun pada 2010 menjadi 180.000 pekerja pada 2013. Sofyan menegaskan, semakin banyak orang bekerja, semakin besar kesempatan mengatasi ketimpangan kesejahreraan.
Cara berpikir Sofyan ini mengutamakan penyediaan lapangan kerja berbasis tatapikir kapitalis, karena mendasarkan pada asumsi, terciptanya lapangan kerja itu tergantung pada pertumbuhan ekonomi, yang menciptakan situasi yang kaya yaitu pengusaha yang makin kaya karena menjadi profit center dimana karyawan cukup untuk bisa sekedar hidup saja. Para pemikir kapitalistik berusaha agar situasi ini jadi permanen, sehingga sampai saat ini jurang antara yang miskin dan yang kaya maskin lama makin menganga lebar. Dari cara beripikir model ini, pemerintah wajib hukumnya memberikan kenyamanan bagi korporasi karena hanya merekalah yang mampu menyediakan lapangan kerja.
Padahal tujuan kita mendirikan republik ini bertujuan menciptakan kemakmuran yang merata bagi seluruh warga negara Indonesia, sehingga cara berpikir kapitalistik ini harus dihapus dari kehidupan bernegara bangsa ini. Yang kita butuhkan bukan terbatas hanya lapangan kerja dimana kita hanya menjadi kuli, tetapi lapangan usaha dimana kita jadi pengusaha yang kelak dapat menyediakan lapangan kerja. Disitu bedanya usaha pemerintah MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA yang kapitalistik dan MENYEDIAKAN LAPANGAN USAHA yang diinginkan oleh bangsa ini.
Usaha menyediakan lapangan usaha yang dikehendaki oleh bangsa ini kelihataanya sulit dilaksanakan karena:
Pertama, penyesatan cara berpikir sebagai contoh diatas. Bangsa ini dicegah dengan berbagai cara agar kita tetap berada dalam cara berusaha tradisional, dengan memuji setinggi langit hasil industri tradisional kita, sebagai batik, keris, kerajinan yang bernilai tambah rendah dengan kapasitas produksi rendah pula. Kita akan dicegah untuk mampu membuat barang moderen seperti mobil, televisi yang sampai saat ini tidak mampu kita buat
Kedua, ketidaktahuan pengambil keputusan dibidang usaha tentang bagaimana berusaha secara moderen seperti yang sudah dan sedang dilakukan oleh bangsa yang sudah merevolusi cara mereka berindustri. Banyak publik kita termasuk yang terpelajar tidak mempunyai informasi yang benar tentang berusaha moderen karena tersesatkan cara berpikir dan tidak punya pengalaman yang cukup tentang usaha moderen.
Ketiga, belum ada usaha pemerintah untuk keluar dari kepungan berusaha secara tradisional, ke arah berusaha moderen yang sangat berbeda layaknya bumi dan langit.
Pemerintah baru ini harus segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini dari kepungan industri tradisional menuju industri moderen yang merdeka agar kita dapat menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang ekonomi seperti apa yang tercantum dalam TRISAKTInya bung Karno. Merdeeeeeeeeeekaaaaaa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H