[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Bangunan tua milik keluarga Kapitan Tan berarsitektur Indis di Jalan Suryakencana, Bogor Tengah, Kota Bogor, yang masih berdiri, terawat, dan menunjukkan sisa keberadaan kawasan Tionghoa Bogor. (KOMPAS/AMBROSIUS HARTO)"][/caption] Pagi hari itu saya berjalan kaki melewati pertokoan dan pusat jajanan Kota Bogor di ujung Jalan Suryakencana yang berbatasan dengan Jalan Siliwangi. Ada hal yang menarik perhatian saya karena banyak orang berkumpul menyaksikan pembongkaran sebuah rumah tua yang selama ini (sengaja) dibiarkan lapuk dan ditumbuhi pohon-pohon liar sehingga atap tuanya mulai rontok dan berjatuhan. Pembongkaran sebuah rumah tua seperti ini biasa terjadi karena oleh pemilik telah dijual atau akan direnovasi menjadi rumah toko (ruko) yang mempunyai nilai jual tinggi. Di Kota Bogor ada beberapa bangunan tua yang dilindungi oleh undang-undang tentang pelestarian peninggalan purbakala dan rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah yang berusia seratusan tahun. Masa kanak-kanak saya sering melewati rumah tersebut dan ketika itu masih diisi oleh penghuni (pemiliknya) yaitu seorang Advokat perempuan yang pada saat itu bergelar "MR" yang tentunya produk jaman Belanda dan belum ada ketetapan pemerintah untuk menggunakan gelar "SH". Saya bertanya kepada seorang Bapak yang kebetulan menyaksikan pembongkaran rumah tua tersebut. "Lho, Pak, koq rumah tua ini boleh ya dirobohkan padahal termasuk peninggalan purbakala yang dilindungi undang-undang ?" Bapak tua ini tersenyum penuh arti dan menjawab, "Mungkin lebih berkuasa uang katimbang undang-undang." Saya terhenyak mendengar jawabannya, tetapi saya pun segera memaklumi "siasat" yang digunakan oleh ahli waris Sang Advokat pemilik rumah tersebut. Ya selama ini rumah tersebut dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan dan dimakan usia dengan terpaan hujan, panas dan angin, sehingga beberapa bagian rumah tersebut roboh dan menjadi alasan untuk merobohkan seluruh bangunan tersebut. Tetapi saya pun bertanya dalam hati, mengapa pemerintah Kota Bogor dengan dinas terkait untuk peninggalan purbakala tidak meneliti bangunan-bangunan tua yang tidak dirawat oleh pemiliknya? Bukankah selama ini ada peraturan yang menetapkan seluruh bangunan peninggalan "tempo doeloe" harus dipelihara oleh pemiliknya atau oleh pemerintah daerah? Untuk hal tersebut beberapa bangunan tua peninggalan jaman kolonial yang kini dijadikan Kantor Instansi Pemerintah Daerah terpampang papan petunjuk yang menetapkan bangunan ini dilestarikan sebagai bangunan bersejarah dan oleh undang-undang tidak diijinkan untuk dibongkar atau diubah bentuknya. Bahkan di Jalan Suryakencana terdapat sebuah bangunan tua dan antik yang saat ini masih asri karena mendapat perawatan dari ahli warisnya dan menurut penuturan pemilik saat ini memperoleh bantuan dari Dinas terkait dengan keringanan membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang NJOP-nya cukup tinggi untuk bangunan yang berada di Jalan Suryakencana. Kembali kepada kisah rumah tua yang dirobohkan total dan kemungkinan besar akan muncul bangunan baru sebagai toko atau mall yang bernilai jual tinggi. Saya hanya berandai-andai di samping ahli waris rumah tersebut, tentu ada pihak-pihak yang "beruntung" menambah pundi-pundi atau koceknya untuk dinikmati sendiri. Dan saya pun berlalu sambil menggerutu dalam hati, uang memang berkuasa mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mustajab. Aneh tapi nyata! Selamat Ulang Tahun Kota Bogor tercinta .............................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H