Lihat ke Halaman Asli

EcyEcy

Pembelajar

Tak Mampu Melupakan Sejarah Tentangmu

Diperbarui: 23 Februari 2020   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

"Kau tahu? Gelombang cahaya pendek yang berhambur di langit itu membuat mata kita memandangnya biru. Begitu pula lautan di sana." Aku memandangi wajahmu yang tertunduk menatap kedua kakimu.

Kamu hanya diam seribu bahasa. Membentuk sunyi di hatimu. Menciptakan tanya di benakku. Membentuk gemuruh rasa yang semakin tak menentu pada diriku.

"Kau tahu? Berbagai macam panjang gelombang dari cahaya itu malah mendekatimu. Lalu menghambur begitu saja diantara titik bening matamu. Membentuk pelangi indah disitu." Kali ini aku memandangimu yang melemparkan pandangan ke deretan awan putih itu.

Aku berusaha merubah arah tatapanmu dari langit biru. Dari barisan gumpalan putih yang mulai bergeser terarak angin menuju lautan. Tapi kau bergeming membeku. Tak pernah mau menolehkan pandanganmu sesenti pun padaku.

"Kau tahu? Rupanya aku benar benar tak mampu melupakan sejarah tentangmu. Tentang segala rasa yang kau rajut di hatiku. Tentang segala asa yang kutanamkan dalam pandangan matamu. Sebab aksara aksara itu menuntunku keharapan bersamamu." Aku masih saja memandangimu yang mulai menatap datar debur ombak di pantai itu.

Kamu hanya diam. Menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Tampaknya ada rasa yang kau tahan agar keluarnya tak sampai menimbulkan gejolak di pertemuan kita kali itu.

"Dan kau tahu? Disetiap debur ombak itu selalu kupanjatkan doa padaNya. Disetiap hembusan angin itu kulepaskan inginku padaNya. Tentang aku. Tentang kamu. Dan inginku tentang kita." Aku tak tahan lagi memandangimu. Kutundukkan kepalaku.

Kali ini aku tak mau berdiam diri hanya dengan memandangimu. Kurogoh saku celanaku. Kuambil kotak merah bergambar hati. Kubuka penutupnya. Lalu kusodorkan padamu.

Rupanya aku berhasil membuat kepalamu menoleh padaku. Matamu menatap kotak itu lalu menatap mataku. Kemudian tubuhmu menghadap padaku. Dan akhirnya pelukmu menghambur di tubuhku. 

Kudengar halus suaramu berkata, "Aku bersedia, Sayang." Lalu gemuruh itu pun semakin terpacu bersama gemuruh bahagia di dadamu.


Benuo Taka, 22 Februari 2020.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline