Ilustrasi contoh konflik dalam kehidupan sehari-hari ( unsplash.com)
Adakah organisasi yang berjalan tanpa konflik sama sekali? Adakah organisasi yang selalu adem-ayem, tenang tanpa riak dan gelombang? Jika ada, maka harus dipertanyakan dinamikanya: apakah organisasi itu benar-benar dalam proses untuk mencapai kemajuan atau sedang stagnan.
Dalam setiap organisasi dapat dipastikan ada konflik yang intensitasnya berbeda-beda. Ada konflik yang paling ringan, seperti terjadinya perbedaan pendapat atau pandangan terhadap suatu masalah. Ada juga konflik yang mengeras dan mengarah pada kekerasan fisik.
Dua Pandangan terhadap Konflik
Lalu, bagaimana kita memandang konflik tersebut? Secara teoritis, terdapat dua aliran pemikiran terhadap konflik.
Pandangan pertama melihat konflik sebagai kegagalan pimpinan atau manajer dalam mengelola organisasi. Jika ada konflik, maka pemimpin organisasi itulah yang salah dan karenanya ia harus bertanggung jawab dan mesti segera meredamnya.
Dalam pandangan ini, jangan sampai terjadi konflik dalam organisasi. Konflik harus dihindari karena dipandang negatif dan destruktif!
Kalaupun terlanjur terjadi, hendaknya segera diambil tindakan untuk menyelesaikannya sehingga tidak sampai berkembang. Konflik dipandang sebagai cerminan ketidakberhasilan pemimpin dalam me-manage organisasi.
Pandangan kedua menyatakan bahwa konflik itu adalah hal yang lumrah atau biasa terjadi. Ini merupakan wujud dinamika organisasi. Konflik itu tidak dapat dihindari, hanya intensitasnya yang mesti diperhatikan. Jangan sampai konflik itu semakin menguat, misalnya berwujud kekerasan verbal hingga kekerasan fisik.