Saya teringat dulu, saat usia beranjak ke-27 tahun. Mulai banyak pertanyaan seputar kapan saya akan menikah. Pertanyaan itu merubungi saya ketika bertemu dengan orang yang baru saja menikah atau yang sudah tua dan sudah lama menikah.
Pertanyaan yang Terlalu Pribadi?
Terkadang terasa pertanyaan tentang kapan menikah itu sangat mengganggu saking banyaknya orang menanyakan hal yang sama.
Dalam hati bertanya, mengapa mereka demikian peduli dengan pernikahan saya? Tidakkah ada pertanyaan selain itu? Tidakkah mereka tahu, pertanyaan seperti itu menyudutkan saya, dan sangat privasi sifatnya?
Ya, begitulah yang acapkali terjadi di masyarakat kita. Jalinan persaudaraan atau pertemanan tidak lagi bisa mengambil batas-batas yang dipandang oleh sebagian orang sebagai privasi, tak terkecuali tentang persoalan kapan menikah.
Lalu, bagaimana saya menjawab pertanyaan seperti itu? Paling-paling akan saya jawab seadanya saja. Misalnya, belum ketemu jodoh yang pas. Atau, masih sedang mencari yang cocok, sambil berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Bagi sebagian orang, pertanyaan kapan menikah dipandang terlalu masuk ke ranah pribadi. Apalagi ditambah pula dengan berapa usia dan mengapa belum menikah, misalnya. Pertanyaan seperti ini, dalam banyak kasus, tak terhindarkan kendati terkadang bisa menjengkelkan.
Menjadi Sewot Karenanya
Lalu, apa yang harus dilakukan? Yang namanya pertanyaan, perlu jawaban. Nah, kalau tidak ingin menjawab secara detail, kita bisa saja menjawab sekadarnya saja seperti saya tuliskan di atas.
Banyak pertemuan atau silaturahmi yang pada akhirnya menjadi bahan pikiran dan menyesakkan setelahnya. Kegembiraan jadi hilang lantaran pertanyaan ini. Kita mungkin menjadi kesal -- yang karena alasan etika, tidak harus diekspresikan.