Ketika di hadapan kita sudah tersedia sepiring nasi yang siap disantap, alih-alih segera memakannya, ingatkah kita bersyukur? Berterima kasih kepada Tuhan? Bersyukur kita masih bisa membeli bahan makanan sehingga tersaji apa adanya? Bersyukur masih bisa menikmati makanan sampai hari ini.
Malas Bersyukur?
Bersyukur adalah laku pada setiap menit, setiap jam, setiap waktu dalam berbagai keadaan dan peristiwa, di dalam hati atau diucapkan. Bersyukur menghadirkan keikhlasan datang dari dalam hati seraya mengakui kehadiran Tuhan bersama apa pun yang ada dan tersedia.
Adakah kita senantiasa bersyukur dalam setiap langkah kaki kita, pada setiap usaha kita, dan pada setiap apa pun yang kita miliki? Tidakkah kita melupakan hal penting ini dan tetap saja berjalan mengejar cita, banyak pencapaian material, tapi batin tidak pernah merasa terpuaskan?
Mari kita hadirkan syukur itu dalam setiap langkah, karena syukur itu menguatkan, memantapkan, dan mengikhlaskan perjalanan kita hingga ke titik akhir.
Masihkah ada yang merasa enggan, lupa, malas, atau tak ada waktu untuk bersyukur dalam keseharian? Mari kita lihat manfaatnnya jika kita bersedia melakukannya setiap saat.
Kehadiran Tuhan vs Kesombongan Diri
Pertama, dengan bersyukur berarti kita mengakui kehadiran dan peran Tuhan (dan orang lain) dalam hidup kita, dalam keadaan apa pun.
Kehadiran Tuhan bisa kita akui dan rasakan. Bahwa sesungguhnya Dia-lah yang menuntun kita. Jika kita bersyukur, kita akan lebih mudah ngeh bahwa sesungguhnya ada banyak hal yang patut kita syukuri berkat karunia Tuhan.
Kedua, terhindar dari kesombongan. Tanpa bersyukur, kadangkala kita menjadi manusia yang mengira bahwa apa yang kita capai dalam hidup ini semata-mata karena kemampuan dan kehebatan diri sendiri, bukan lantaran campur tangan Tuhan, apalagi orang lain.