Sejak membeli dua buku kumpulan Cerpen Pilihan Kompas, saya mulai rutin membacanya. Mengangsur, membaca sedikit demi sedikit.
Paling tidak saya sediakan waktu tak lebih dari 30 menit untuk membaca buku terbitan Kompas ini. Waktu sesingkat itu cukup untuk membaca minimal dua judul cerpen di dalamnya.
Membaca Pelan-pelan
Kini saya baru saja sampai pada cerpen yang kelima belas. Sebenarnya ingin cepat-cepat membaca agar tidak dibuat penasaran oleh sederetan cerpen bagus itu.
Tetapi, rekan kita, Pak Y. Edward Horas S, menyarankan agar saya membaca pelan-pelan saja.
"Jangan cepat-cepat Pak bila membaca. Nikmati setiap rangkaian kata indah dari para penulisnya. Saya heran, betapa apiknya mereka bisa menuliskan itu semua.
Saya sampai ketagihan ..."
Begitulah Pak Edward menyarankan. Akhirnya, setiap kali membaca, saya hanya menikmati dua cerpen saja dalam buku tersebut. Membacanya pelan-pelan, menikmati setiap kata dan kalimat sang pengarang.
Sampai dengan cerpen yang kelima belas, ternyata ada banyak bagian yang menarik dan bermanfaat yang ada di dalamnya.
Sama dengan Pak Edward, saya pun berpikir, betapa piawainya sang pengarang merangkai kata sampai menjadi cerpen yang istimewa dan masuk sebagai cerpen pilihan Kompas.
Dalam tulisan ini, saya ingin angkat cerpen yang ketiga belas. Sebuah cerpen yang sangat menginspirasi karya Sungging Raga. Judulnya, Si Pengarang Muda.