Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Suweca

TERVERIFIKASI

Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Mengenal "Karmaphala", Hukum Kausalitas yang Diyakini Masyarakat Bali

Diperbarui: 3 September 2020   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Gambar: Gita Krishnamurti on Unsplash)

Pernahkah pembaca mendengar tentang Hukum Karmaphala? 

Atau, sering disingkat dengan Hukum Karma? 

Lalu, apa yang dimaksud dengan Hukum Karmaphala di lingkungan masyarakat Bali?

Bagaimana keyakinan itu demikian merasuk sebagai salah satu modal sosial (social capital) berupa tata nilai (norms) dalam tatanan kehidupan manusia Bali? 

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan dijawab dalam artikel singkat ini.

Mendefinisikan Karmaphala

Karmaphala terdiri dari 2 kata yang tergabung menjadi satu, yaitu kata "karma" dan "phala". "Karma" artinya perbuatan dan "phala" bermakna "hasil". Dengan demikian, karmaphala berarti hasil perbuatan.

Yang disebut karma di sini tidak melulu berupa tindakan atau tingkah laku. Karma bahkan sudah dimulai dari pikiran, kemudian berlanjut ke perkataan, dan perbuatan. 

Apa yang kita lakukan berawal dari pikiran, baik pikiran positif maupun negatif. Apa yang kita pikirkan kemudian diwujudkan ke dalam perkataan dan/atau perbuatan nyata.

Dalam hinduisme dikenal ada 3 (tiga) jenis karmaphala, yaitu sancita, prarabda, dan kriyamana. 

Pertama, sancita adalah hasil perbuatan pada kehidupan yang lalu yang diterima saat sekarang. Apa yang pernah kita perbuat dalam kehidupan sebelumnya akan kita terima pada saat kehidupan kini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline