Baru saja saya usai menelpon Bapak Thamrin Dahlan. Beliau adalah sahabat maya saya sejak bergabung di kompasiana pada tahun 2010. Pak Thamrin, Pak Katedra, Pak Wijaya Kusumah (Omjay) adalah beberapa yang masih tetap aktif di kompasiana. Yang lain, mohon maaf, saya belum lihat tahun bergabungnya.
Buku Karya Pak Thamrin Dahlan
Ketika kami ngobrol, Pak Thamrin Dahlan berkisah tentang kegiatan beliau yang berhasil menerbitkan 30 buku, mendirikan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, hingga website yang baru saja di-launching.
Beliau sungguh-sungguh serius dan konsisten dalam berliterasi. Saya salut pada produktivitas Pak Thamrin. Kendati memiliki banyak kesibukan, toh beliau bisa menyisihkan waktu untuk menulis dan menerbitkan buku. Kini, mengurus yayasan pula.
Kalau ada yang tertarik mengetahui website sahabat senior kita yang satu ini silakan lihat di alamat: terbitkanbukugratis.id. Jika sahabat mengetik alamat tersebut akan segera muncul logo cukup besar yang bertajuk Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan. Saya baru saja mencoba melihatnya secara sepintas. Web baru gres itu didominasi warna merah dan putih.
Usai ngobrol dengan Pak Thamrin, saya teruskan dengan membuka-buka kompasiana tercinta. Ternyata ada banyak yang memberikan nilai dan komentar yang masuk pada artikel saya yang berjudul Akhirnya, Saya Memilih untuk Menulis dan Menulis Saja. Saya lantas membalas komentar banyak sahabat yang hadir, satu per satu.
Artikel Pak Pebrianov, Ada Apa?
Setelah selesai menanggapi komentar para sahabat, saya pun mulai berkeliling -- blogwalking ceritanya, melihat lapak para sahabat. Eh, akhirnya ketemu dengan artikel keren karya Pak Pebrianov bertajuk Menulis, Bercanda yang Serius.
Akan tetapi, saya tak akan komentari lagi isi artikel beliau di sini, cukup di sana saja. Hanya, saya mau kritisi komentar-komentar yang masuk pada kolom komentar di bawah artikel itu. Tapi, saya minta ijin dulu kepada Pak Pebrianov karena sudah mengombang-ambingkan namanya di sini. Jangan marah ya Pak.
Entah bagaimana asal-muasalnya, tiba-tiba Pak Felix Tani sampai hati berkomentar di artikel Pak Pebrianov, begini,"Anu itu menganukan anuku sampai menganu-anu. Kalau Prof. Peb sudah menganukan anunya, anuku jadi nganu, gitu lho. Jadi, mari kita anukan anu kita biar anu tetap nganu.."