Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Suweca

TERVERIFIKASI

Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Mengenang Arsitek Ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia telah kehilangan seorang arsitek ekonomi. Beliau adalah Prof. Dr. Widjojo Nitisastro. Widjojo meninggal pada hari Jumat, 9 Maret 2012 dini hari di RS Cipto Mangunkusumo dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pria kelahiran 23 September 1927 ini mendapatkan gelar sarjananya dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), dengan mengkhususkan diri pada bidang demografi. Widjojo kemudian mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di University of Berkeley atas beasiswa Ford Fondation. Ia meraih gelar Philosophie Doctor dari universitas tersebut pada tahun 1961. Dalam kariernya, ia pernah menduduki sejumlah jabatan penting, diantaranya sebagai Ketua Bappenas (1967-1971) dan Menteri Ekonomi dan Industri Kabinet Pembangunan II dan III (1973-1978 dan 1978-1983).

Kombinasi Tiga Hal

Ekonom M Chatib Basri berpendapat, kebijakan Widjojo adalah resep dari kombinasi tiga hal, yakni, pertama, pembangunan sektor pertanian yang kemudian dilanjutkan dengan penciptaan lapangan kerja di sektor industri. Kedua, akses kepada penduduk miskin dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang dikenal dengan sekolah dasar instruksi presiden (inpres) dan inpres kesehatan. Ketiga, mengendalikan jumlah penduduk melalui program Keluarga Berencana. "Kombinasi ketiga hal inilah yang mendorong ekonomi Indonesia tumbuh di atas 7 persen dan menekan kemiskinan," M Chatib Basri sebagaimana dikutip Kompas (10/3).

Ekonom Faisal Basri menilai, pertama, Widjojo merupakan peletak dasar-dasar perencanaan pembangunan nasional modern. Ia sadar sekali sejak awal bahwa pertumbuhan penduduk harus dikendalikan agar beban peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok rakyat tidak terlalu berat. Kedua, Widjojo sangat sadar politik dan ekonomi politik. Ia tahu bagaimana teknokrasi bisa berperan optimal di tengah konstelasi politik yang ada.

Terhindar dari Kutukan

Direktur Bank Dunia, Sri Mulyani, mengatakan, sumbangan terbesar Widjojo adalah bagaimana mengembalikan Indonesia kepada situasi yang stabil dan kokoh kembali setelah mengalami kondisi kerusakan ekonomi yang sangat parah pada akhir 1960-an akibat inflasi yang sangat tinggi sebagai akibat peredaran uang oleh bank sentral yang tidak terkendali untuk membiayai defisit APBN.

Dikatakan, Widjojo membangun kembali perekonomian Indonesia dengan fokus pada pengembalian sektor produksi pangan atau pertanian Indonesia dengan fokus pada pengembalian sektor produksi pangan atau pertanian untuk tumbuh dan mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat dengan membangun infrastruktur pertanian dan program-program yang membantu petani mengalami kenaikan produktivitas tinggi melalui bantuan bibit, pupuk, dan intensifikasi serta bimbingan teknis pertanian.

Ditambahkan oleh Sri Mulyani, Indonesia pada zaman Widjojo menjadi salah satu dari sedikit contoh klasik di dunia sebagai negara yang mampu memanfaatkan uang minyak untuk memerangi kemiskinan sehingga terhindar dari resource curse atau kutukan karena kekayaan sumber daya alam. "Banyak negara yang kaya sumber daya alam justru mengalami kerusakan ekonomi, kemiskinan melonjak, korupsi, dan bahkan terjadi peperangan karena tidak mampu mengelola dan memanfaatkan penerimaan negara dari sumber daya alam dengan baik dan bijaksana," ujar Sri Mulyani seperti dimuat di dalam situs finance detik. com.

Dalam cacatan Kompas (10/3), Prof. Widjojo berpandangan bahwa pembangunan ekonomi tak sekadar mengejar laju pertumbuhan ekonomi, bahkan juga harus berangkat dari persoalan manusia. Pertumbuhan ekonomi tidak akan ada artinya tanpa pembangunan manusia melalui pengendalian populasi serta berbagai program pembangunan kesehatan dan pendidikan.

Disebutkan pula bahwa pada usia 36 tahun, Prof. Widjojo menyampaikan pidato tentang Analisa Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan yang menekankan pentingnya analisis ekonomi dan pembangunan. Pidato ini sangat kontroversial karena pada saat itu politik menjadi panglima, sedangkan ekonomi diremehkan karena ilmu ekonomi dianggap telah memerosotkan kehidupan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline