Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Suweca

TERVERIFIKASI

Dosen - Pencinta Dunia Literasi

I Love Writing (7): dari Mana Memulai Berlatih Menulis?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Aku sama sekali belum pernah serius berlatih menulis. Bagaimana aku memulainya ya? Masa sih aku mesti langsung nulis  untuk koran atau majalah. Takut ditolak, soalnya tulisanku  masih belum bagus.  Gimana ini?"

Membuat artikel dan langsung mengirimkannya ke media massa cetak, seperti koran dan majalah kadangkala menimbulkan kekecewaan. Kekecewaan  itu  muncul karena penolakan atau tidak dimuatnya artikel yang dikirim. Kekecewaan seperti ini, kalau terjadi berulangkali, bisa jadi akan menimbulkan  keputusasaan. Sesungguhnya, tidak ada masalah kalau calon penulis mengirimkan tulisannya langsung ke media masa cetak. Tapi, ya itu tadi, kemungkinan dimuatnya masih sangat kecil. Lalu, bagaimana menyiasatinya?

Dari pengalaman banyak penulis/pengarang, pada umumnya mereka tidak langsung mengirim naskah ke media mainstream, media utama yang menghendaki persyaratan yang ketat. Pada awal bersentuhan dengan dunia penulisan, mereka menuangkan ide ke dalam diary atau buku harian. Apa pun yang dipikirkan dan dirasakan dituangkan  ke atas kertas buku harian. Mereka suka mencatat peristiwa yang dialami, menuangkan harapan dan cita-cita, menuliskan pendapat/pandangan terhadap berbagi kejadian, dan sebagainya. Buku harian memberikan keleluasaan untuk berekspresi, tanpa harus malu diketahui orang. Oleh karena itu, melalui buku harian orang dapat menuangkan segala unek-unek sekaligus mengasah kemampuan memaparkan gagasan ke dalam bahasa tulis.

Lambat laun muncul keinginan untuk berekspresi dengan media lain untuk maksud agar tulisan itu diketahui orang sekaligus untuk berbagi ide dan pengetahuan. Salah satu yang dipilih adalah blog. Melalui media dunia maya ini dapat diasah kemampuan untuk berekspresi secara tertulis sekaligus membuka peluang untuk berkomunikasi dengan publik. Kalau dengan buku harian hanya cukup  untuk dikonsumsi sendiri, maka dengan blog  para calon penulis atau penulis pemula  mulai berbagi ide, pengetahuan, dan pengalaman dengan orang lain. Termasuk melalui situs kompasiana.com  ini.  Sangat terbuka peluang bagi diperolehnya  masukan dari pembaca  sebagai tanggapan atas apa yang ditulis. Kebiasaan  nge-blog sangat positif untuk mengasah kemampuan menulis.  Asalkan, tujuan utamanya sejak awal  adalah untuk mengasah kemampuan menulis. Tentu saja menulis di blog berbeda dengan menulis untuk koran atau majalah.  Akan tetapi, semua hal ini tetap berguna untuk memantapkan langkah mencapai cita-cita menjadi penulis beken kelak.

Perjalanan yang  sudah  relatif  panjang dalam mengasah kemampuan menulis berlanjut ke media mainstream. Media mainstream yang saya maksudkan adalah media yang berada di arus/jalur utama dunia komunikasi dan informasi. Dia bisa berwujud sebuah koran, majalah, buku, pemberitaan televisi dan radio. Memasuki  media ini, kita tidak lagi berada pada tataran  mengasah kemampuan menulis, melainkan sudah terlatih  memanfaatkan bahasa tulis  untuk mengekspresikan ide. Tenik penulisan tidak lagi menjadi persoalan. Kita sudah fokus kepada ide yang hendak disampaikan, tidak  berkutat lagi dengan pertanyaan bagaimana menuliskannya. Kemampuan berbahasa tulis tidak lagi menjadi hambatan. Seperti sebuah jalan, sudah merupakan sebuah jalan bebas hambatan.

Dibutuhkan waktu yang relatif panjang untuk mencapai tingkatan ini. sastrawan, Sunaryono Basuki Ks,  mengaku baru memiliki kemampuan teknik menulis dengan bagus setelah berusia 40 tahun. Ia  melakoni kebiasaan membaca dan menulis sejak sekolah menengah dan berlanjut terus sampai sekarang sehingga banyak novel, esai, cerpen yang berhasil diselesaikannya.

Tentang hal ini, dapat kita perhatikan penulis senior yang tak lagi harus bertanya bagaimana mengatakan ini dan itu untuk mengungkapkan maksud secara tertulis. Mereka sudah melewati tahapan itu. Fokus mereka adalah isi atau materi artikel. Di sini dituntut profesionalitas penulisnya. Penguasaan ilmu yang ditulisnya harus benar-benar mantap. Seorang redaksi atau editor akan dengan mudah mengetahui kemampuan seorang  penulis dari hasil karyanya. Dari karya yang berlandaskan profesionalismenya itulah seorang penulis mendapatkan income berupa honorarium.  Dan,  kalau dia rajin menulis dan mempublikasikan ke media mainstream, maka penghasilan yang diperoleh dari aktivitas menulis dapat menopang kebutuhan hidup sehari-hari.

Apalagi kemudian, yang bersangkutan berhasil menerbitkan sejumlah buku. Dari buku-buku itu dia akan mendapatkan  royalty. Seorang teman yang menulis belasan buku kajian budaya dan sastra, terbukti telah mampu membeli tanah dan rumah dari dari royalty yang diperolehnya.

Bagaimana dengan Anda, sahabat kompasianer?  Sudahkah Anda rajin menulis di buku harian,  blog/kompasiana, atau bahkan sudah berlanjut di koran atau majalah. Silakan tulis pengalaman Anda untuk melengkapi artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline