Aset digital yang menggabungkan uang tunai dan kriptografi dikenal sebagai mata uang kripto atau cryptocurrency. Jaringan peer-to-peer dan blockchain publik seringkali menjadi fondasi mata uang kripto, yang memungkinkan para peserta jaringan untuk memvalidasi transaksi keuangan. Mayoritas mata uang kripto terdesentralisasi, yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional yang tersentralisasi, termasuk transaksi yang cepat dan biaya transaksi yang rendah. Bitcoin merupakan mata uang kripto pertama yang didirikan pada tahun 2008. Pasar mata uang kripto telah berkembang sejak diperkenalkannya Bitcoin dan hingga saat ini terdapat lebih dari 17.000 proyek mata uang kripto yang berbeda, dimana lebih dari 9.000 diantaranya aktif. Kemudian terdapat lebih dari 1.800 pekerja full-time dan nilai pasar yang lebih dari $1,7 triliun, yang hampir sama dengan GDP Italia.
Operasi cryptocurrency menggunakan algoritma konsensus intensif energi seperti Proof of Work (PoW) dan juga telah dikaitkan dengan konsumsi energi yang signifikan, sering kali bersumber dari energi tak terbarukan yang menghasilkan jejak karbon yang besar. Ketika aset digital menjadi lebih terintegrasi ke dalam sistem keuangan global, sangat penting untuk secara holistik memahami dan mengatasi dampaknya terhadap lingkungan.
Cryptocurrency and Energy Consumption
Beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2 di seluruh dunia. Menurut International Energy Agency (IEA), emisi CO2 dari pembangkit listrik pada tahun 2021 tumbuh secara global sebesar 7%. Proyek cryptocurrency juga tidak ketinggalan dalam menyumbang emisi CO2 di dunia. Penggunaan energi dan dampak karbon dari pasar Bitcoin juga berkembang, Bitcoin mengonsumsi energi listrik dalam jumlah yang tinggi. Menurut perkiraan, Bitcoin mengonsumsi listrik pada tingkat tahunan sebesar 127 terawatt-hours (TWh), 15 TWh untuk Ethereum, dan 100 TWh untuk Bitcoin Cash. Konsumsi energi ini melebihi seluruh pengguna listrik tahunan di banyak negara. Memproduksi energi tersebut memancarkan sekitar 65 megaton karbon dioksida ke atmosfer setiap tahunnya - sebanding dengan emisi karbon negara Yunani - yang menjadikan cryptocurrency sebagai kontributor signifikan terhadap polusi udara global dan perubahan iklim. Proyek cryptocurrency lain seperti Ethereum juga didasarkan pada algoritma konsensus Proof of Work (PoW). Oleh karena itu, Ethereum dikaitkan dengan masalah yang sama dengan konsumsi energi listrik dan jejak karbon. Ethereum telah mengusulkan Ethereum 2.0 untuk mengatasi sebagian besar masalah dengan BTC dan ETH serta dapat digunakan untuk mengembangkan pasar tanpa membahayakan lingkungan. Ini akan secara drastis mengurangi konsumsi energi blockchain berbasis Ethereum sekitar 99,95%.
Konsumsi energi yang tinggi dari cryptocurrency seperti Bitcoin disebabkan oleh mining process. Proses ini membutuhkan daya komputer yang kuat dan besar, yang pada saat penggunaannya membutuhkan energi listrik dalam jumlah besar. Bitcoin mining merupakan proses pembuatan koin baru dan verifikasi transaksi, didasarkan pada pemecahan masalah matematika yang rumit dan menambahkannya ke dalam blockchain. Blockchain adalah sebuah database yang menyimpan informasi secara kronologis dalam bentuk blok. Blok-blok ini memiliki kapasitas penyimpanan informasi yang terdiri dari informasi yang tersimpan, time-stamp, nilai hash dari blok sebelumnya, dan nomor identifikasi unik yang disebut nonce. Setelah sebuah blok terisi, blok tersebut ditambahkan atau dirantai ke blok yang telah diisi sebelumnya, dengan demikian menciptakan sebuah blockchain. Selain itu, setiap perubahan pada sebuah blok terdeteksi oleh nilai hash untuk blok tersebut, membuatnya mudah untuk mengidentifikasi penipuan.
Pengguna jaringan atau yang bisa juga disebut dengan miners yang telah menyelesaikan persamaan matematika tercepat tidak hanya mengesahkan transaksi tetapi juga mendapatkan hadiah kecil untuk kesulitan mereka dalam bentuk pembayaran Bitcoin. Upaya yang berhasil diberikan adalah sejumlah Bitcoin (BTC) sebagai hadiah untuk setiap blok yang dipecahkan. Hadiah per-blok adalah 6,25 BTC sejak pembagian terbaru yang terjadi pada 11 Mei 2020. Dengan hampir 140.000 blok yang tersisa untuk di mining berikutnya diperkirakan akan terjadi pada 26 Maret 2024.
Faktor yang mempengaruhi tingginya konsumsi energi terhadap cryptocurrency:
Proof of Work (PoW) Bitcoin dan banyak mata uang kripto lainnya menggunakan mekanisme konsensus Proof of Work yang pertama kali dikenalkan oleh Satoshi Nakamoto, dimana miners berkompetisi untuk memecahkan teka-teki matematika yang rumit. Dan hal ini membutuhkan daya komputer dalam jumlah besar dan juga menghabiskan energi listrik yang besar.
Mining Hardware, menggunakan perangkat keras khusus seperti Application-Specific Integrated Circuits (ASIC), menghabiskan lebih banyak energi. Mesin-mesin ini dirancang untuk melakukan mining, yang mengonsumsi banyak energi.
Mining pools, untuk meningkatkan peluang miners untuk berhasil menambang sebuah blok.