Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan bahan bakar yang paling umum digunakan pada kendaraan bermotor. Bahan bakar ini berasal dari hasil pengolahan sumber daya alam berupa minyak bumi. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor mendorong terjadinya eksploitasi minyak bumi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pengguna kendaraan bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 148.212.865 unit dan masih didominasi oleh kendaraan jenis sepeda motor sebanyak 125.267.349 unit. Konsumsi minyak bumi yang lebih tinggi daripada produksinya menyebabkan Indonesia harus mengimpor minyak pada negara tetangga dalam jumlah besar, baik dalam bentuk minyak mentah maupun minyak olahan (hasil minyak). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume impor minyak Indonesia pada periode Januari-September 2022 mencapai 30,06 juta ton. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan sebesar 16,89% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Bahan Bakar Minyak (BBM) berjenis pertalite pertama kali diadakan pada tahun 2015. Pertalite sendiri memiliki campuran bahan yang sedikit berbeda dengan BBM jenis lain, sehingga tidak heran jika harganya relatif murah. Pertalite memiliki oktan sebesar 90 atau lebih rendah 2 oktan dibanding jenis pertamax. Per 1 September 2023, harga per liter pertalite adalah Rp 10.000. Dengan harga tersebut, pertalite menjadi pilihan masuk akal bagi kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan tak sedikit juga kendaraan bermotor yang membutuhkan oktan tinggi malah menggunakan pertalite sebagai bahan bakarnya.
Pengganti BBM Bersubsidi Pertalite
Menuju tahun 2024, PT Pertamina memiliki beberapa rancangan rencana, dimana mereka akan melakukan penghapusan Pertalite. Langkah ini dilakukan sebagai upaya penyuksesan rencana Program Langit Biru Tahap 2, yaitu program yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari sektor energi. Semakin tinggi oktan suatu bahan bakar, maka semakin ramah lingkungan bahan tersebut. Nantinya, Pertalite akan digantikan dengan Pertamax Green, yang di mana ini adalah pertalite yang dicampurkan dengan bioenergi berupa etanol.
Di Indonesia, terdapat sebuah badan usaha yang khusus bergerak dalam penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM), yaitu Pertamina. PT Pertamina adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang minyak dan gas. PT Pertamina bertanggung jawab penuh atas penyediaan kebutuhan minyak dan gas di Indonesia. Pertamina berkomitmen untuk menyediakan energi dan mengembangkan energi baru dan terbarukan dalam rangka mendukung terciptanya kemandirian energi nasional. Pertamina juga memegang teguh komitmen untuk menjaga prospek bisnis yang berkelanjutan dengan memprioritaskan keseimbangan dan kelestarian alam, perlindungan terhadap lingkungan hidup serta kontribusinya terhadap kemandirian masyarakat. Maka dari itu, Pertamina mencanangkan beberapa rencana untuk mengembangkan energi baru yang dianggap lebih ramah lingkungan, salah satunya yaitu penggantian Pertalite dengan Pertamax Green 92.
Menurut laporan tahunan Pertamina tahun 2022, jenis produk BBM yang dijual dikelompokkan dalam 2 kategori. Yang pertama adalah produk BBM bersubsidi/penugasan untuk kendaraan bermotor berupa solar dan biosolar. Kedua adalah produk BBM non-subsidi untuk kendaraan bermotor yang terdiri dari Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Akan tetapi, seperti yang dikatakan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengenai rencana kedepannya, Pertamina hanya akan menjual tiga produk BBM yakni Pertamax Green 92 dengan campur RON 90 dengan 7 persen etanol atau E7, kedua Pertamax Green 95 campuran Pertamax dengan 8 persen etanol dan ketiga adalah Pertamax Turbo.
Salah satu contoh BBM bersubsidi yang laris dipasaran merupakan Pertalite. Dengan harga yang terjangkau, tak heran konsumsi Pertalite naik dari tahun ke tahun sejak tahun 2017 hingga 2021. Tahun 2017 hingga tahun 2021 konsumsi Pertalite berturut-turut sekitar 14,5 juta KL, 17,7 juta KL, 19,4 juta KL, 18,1 juta KL dan 23 juta KL. Selaras dengan konsumsi yang tinggi, permintaan yang melonjak pun mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Hal ini, mendorong eksploitasi minyak bumi secara besar-besaran.
Padahal, dewasa ini, dunia sedang digoncangkan oleh perubahan iklim serta persediaan sumber daya alam seperti fosil yang semakin menipis. Hal ini ikut mendorong Indonesia untuk mencari alternatif lain. Salah satunya adalah rencana untuk penghapusan pertalite. Tetapi, bagaimana dampak yang akan terjadi jika Pertalite dihapuskan? Apakah dengan penghapusan pertalite dengan digantikan pertamax green dapat membuat gas emisi karbon yang dikeluarkan menjadi lebih ramah? Dan bagaimana pengaruh penghapusan ini terhadap daya beli masyarakat? Pertalite sebagai salah satu jenis bahan bakar fosil yang cukup banyak digunakan, rencana penghapusan ini bisa memberi dampak ke sektor ekonomi yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak dari rencana penghapusan Pertalite dalam sektor ekonomi. Dalam pendahuluan ini, akan dibahas latar belakang pentingnya inisiatif ini, tujuan kajian, serta kerangka kerja yang akan digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi dari penghapusan Pertalite.
Rancangan Strategis & Usulan Pertimbangan Pergantian Pertalite
Pertamax Green 92 adalah salah satu bahan bakar berkualitas tinggi yang diproduksi oleh Pertamina. Produk ini memiliki oktan 92, sehingga dapat memberikan performa yang lebih baik daripada Pertalite yang memiliki oktan lebih rendah. Kelebihan utama Pertamax Green 92 adalah kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi mesin, mengurangi emisi gas buang, dan mengurangi deposit di mesin. Selain itu, bahan bakar ini juga mengandung aditif khusus yang dirancang untuk membersihkan mesin dan menjaga kebersihan komponen-komponen penting dalam sistem bahan bakar. Semua ini membuat Pertamax Green 92 menjadi pilihan yang lebih baik untuk pengendara yang ingin merawat mesin kendaraannya sambil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.