Keranda itu bergoyang mak,
Seru anakku lirih takut
Diseberang mata selisih jalan
Memang ada tempat khusus keranda yang terbuka
Tepat ditengah tanah pekuburan yang padat
Iya, keranda itu bergoyang keras, nak
Semua orang menyaksi benderang
Meski gulita selimuti tanya-tanya penuh soal
Kami berdua bergidik ngeri
Konon jika ada keranda bergoyang resah
Ada malaikat maut mencabut jiwa seseorang
Entah disebelah mana
Tapi ini sudah berbulan-bulan keranda itu bergoyang
Tak menunggu siang, tak menunggu malam
Orang-orang yang lalu lalang sejenak henti
Tapi akhirnya meneruskan perjalanan
Hari-hari terasa pengap meski musim hujan mulai tiba
Keranda itu kerap bergoyang seakan menunggu pula
Apa yang ia tunggu?
Apa keadilan yang sudah sekarat?
Apa hukum yang sudah berangkat mati?
Apa oknum-oknum pembuat makar yang hendak dinanti?
Atau para pembual dan penjual mimpi-mimpi pada rakyat?
Nak, keranda itu sepertinya tak mau berhenti bergoyang
Meski orang lalu lalang menyaksi kekosongan yang nyata
Tapi sedikit yang bergerak mencari tahu, lainnya sekedar lewat
Mengapa bulan-bulan terakhir ini ia bergoyang dengan amarah
Tak sudikah ia menjadi tempat untuk mengangkut kematian?
Hukum yang mati, keadilan yang sekarat, para kelompok makar dan penjual-penjual diri itu?
Nak, esok mungkin masamu
Saat keranda sudah diam dan tenang
Berbaik hatilah pada dirimu dan bangsamu
Jangan biarkan semua yang diresahkan keranda itu
Menjadi bagian dari masamu
Berbuat baiklah mengingat keelokan negeri
Karena sesungguhnya mereka pembuat makar sudah tertipu
Setiap saat, keranda itu menantinya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H