Lihat ke Halaman Asli

Ecik Wijaya

Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Kota yang Meniup Lilin Duka

Diperbarui: 27 September 2023   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa yang dikenang dalam ingatan
Berita dahulu mengabarkan
Teriakan histeris ribuan manusia
Terkurung, pintu yang terkunci
Tembakan-tembakan peluru air mata
Membanjir menyerbu
Berhenti, tolong!
Berhenti, tolong!
Buka pintu, buka pintu!
Tapi rongga dada beratus manusia
Dewasa dan kanak tak berdaya
Dada nyeri hilang udara, mata perih panas
Nyawa terpenggal begitu saja, pada hari itu

Pada hari itu pula, teriakan histeris
Menular dari rumah-rumah duka ke seluruh penjuru kota, penjuru negeri sampai dunia
Menyayat  rasa kemanusiaan
Rasa yang hilang karena kelalaian dan abainya pelindung negeri ini
Kanak menangis hilang ayah ibu
Ayah ibu menangis hilang anak
Oh , kami didera derita
Begitu banyak penyaksi yang bersuara
Tapi bagai debu, kelu atas hujan
Rakyat bersuara, hukum dirasakan jauh dari kata adil

Hari ini, kami meniup lilin duka
Kota ini sedang meniup lilin duka
Apalagi negeri ini yang terus saja terbakar rupa peristiwa
Kenang mengenang luka yang tak terlupa
Kehilangan atas kesia-siaan belaka
Akan menyakitkan sejarah negeri sepanjang masa
Dan kami disini akan terus; melawan lupa!
Bahwa kami adalah masyarakat yang berhak
Atas hak perlindungan, keadilan
Bukan musuh dari bangsa sendiri!
Tiup lilin duka, kita belum selesai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline