Sepagi itu ibu mencuriku
Membawaku berkelana menemu cahaya
Saat ayam baru berkokok pertama kali
Aku sudah begitu lelap sangat
Kala pagi begitu terang benderang
Mata bapakku yang lama tak sua meredup gelap
Seakan gulita semesta dalam raungannya
Sepagi itu ibu mencuriku
Lalu kabar berita sehari penuh ada dimana-mana
Tetes air mata iba membanjir tiap kata
Sumpah serapah, caci maki dan doa berkumpul
Akulah penyaksi segala
Saat ibu menikam dengan mata maut
Nyaris sepi dan sunyi tanpa suara
Kecuali isaknya yang mengiring dalam tawa
Entah atas nama apa, aku tak tahu
Tapi , sepagi itu ibu mencuriku
Dari sini, aku ingin menghambur dalam pelukan ibu dan bapak
Tapi nyeri yang sempat kurasa menjadi tembok kaca
Menghalang aku menyentuh ibu dan bapakku
Aku terdiam tergugu mencoba mengerti
Tapi tak ada yang kupahami
Kecuali semalam ibu masih bersenandung untukku sebelum lelap
Dan kegelapan yang luka membekapku
Ah ibu, mengapa mencuriku sepagi ini
Belum beranjak siang, aku tenggelam dalam cahaya yang hangat
Aku pulang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H