"Wanita pada dasarnya ingin jadi pusat perhatian. Dan itu benar katamu. Banyak diantara mereka seperti yang kamu sebut tadi. Cenderung memilih pria brengsek pada masa mudanya," kata seorang wanita "aktivis perempuan" menjawab pertanyaan saya.
Saya hanya belum terlalu paham akan fenomena yang nyata-nyata depan mata. Kenyataan bahwa perempuan-perempuan itu umum memilih pria yang tidak baik -brengsek- sebagai kekasih di awal.
Di warung yang menjual aneka olahan kopi saya duduk menyudut dan membuat cakar-cakar semacam survey mencari keyakinan kepada pikiran saya. Satu, lalu dua, kemudian tiga, dan lagi seterusnya, saya punya makin banyak perempuan berkekasih brengsek berdatangan di tempat saya duduk menyudut dan memenuhi bangku-bangku yang sebelumnya kosong.
Perempuan bermuka ayu yang mungkin adalah titisan dewi-dewi kecantikan menggandeng para pria serigala bertopeng manis. Yang pertama masuk perempuan bertato dua hati kecil di pelipis bawah telinga, bersamanya menggandeng pria perawakan raden yang dalam tinta sejarah pernah beranak satu dari wanita kota dan wanita satunya lagi pernah bunting kemudian gugur bayinya. Perempuan berikut dengan pria penuh tato di tangan-kaki yang kerja entah apa, hanya selalu ditemukan bau alkohol dalam tiap katanya, mereka duduk di dinding kanan warung kopi dan sesekali berbisik-bisik pamerkan hubungan. Kemudian perempuan ketiga berambut merah maroon turun dari mobil perak mengkilap, mengena sepatu tinggi dengan rok yang hampir pamerkan isinya. Bersamanya turun pria yang tercatat negara masih sah sebagai suami orang. Dan lagi. Dan lagi-lagi berdatang yang serupa kian banyak. Saya lalu memanggil seorang teman mendekat dan kita berbincang mengenai fenomena yang telah saya corat-coret di selembar kertas.
Saya hanya tidak mengerti dengan isi kepala perempuan-perempuan itu. Bagaimana mungkin menghabiskan waktu muda dengan cara semacam itu? "Itu hanya karena ingin jadi pusat perhatian saja," kata teman saya.
Tapi bagaimana mungkin? Tidakah mereka menjaga diri sebaik mungkin untuk seseorang yang memang sungguh-sungguh menhasihi mereka nantinya? Apakah tidak ada penyesalan dalam diri ketika nanti menemukan seseorang itu dalam keadaan diri yang sudah terlanjur jauh penuh noda? -saya bukan menyamaratakan. Tapi sudahlah hidup adalah lingkaran sebab-akibat. Sesuatu selalu menhasilkan sesuatu yang sebanding.
Yang menarik adalah kalimat akhir teman saya. "Perempuan yang demikian, biasanya tidak memiliki tujuan akhir sehidup-semati dengan pria-pria itu," katanya. Tapi apakah ada pria baik-baik yang menerima diakhir itu? Sungguh kasihan laki-laki itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H