Rencana kejaksaan Agung memanggil Setya Novanto tanpa harus melalui ijin Presiden tentu menarik untuk menelisik, sejauh mana aroma kepentingan semakin bermain main,
Sebelumnya Jaksa Agung juga mengatakan sedang mengupayakan menjadikan Riza Chalid sebagai Buronan, terlalu ambisikah atau hanya akan menjadi bargaining politik seperti sidang MKD. atau sebuah pembelaan atas sakit hati masa lalu.kita tidak Akan melupakan sejarah dimana Golkar sangat superior tentunya,
Jaksa Agung mengatakan, "Kita telah melakukan pengkajian bahwa kita telah mempelajari ketentuan yang ada. Dasar pengajuan izin ke presiden kan sebenarnya sesuai Pasal 224 UU MD3, di situ dinyatakan bahwa permintaan keterangan anggota dewan memerlukan izin presiden sejauh itu berkaitan dengan tugas-tugas dari anggota dewan bersangkutan," kata Prasetyo ( Detik, Kamis 7/1/2016 )
Apakah sebuah penafsiran yang berbeda dari seorang Jaksa Agung, atau memang sebagian kalangan yang berbeda pendapat, secara umum UU MD3 tersebut tentunya melekat pada setiap Anggota DPR - RI, perihal sedang bertugas ataupun sedang tidak bertugas sebagai Anggota Dewan, tetaplah UU tersebut harus melekat, kecuali Anggota Dewan tersebut sudah melepaskan keanggotaanya, apabila Jaksa Agung mengatakan demikian, maka persidangan MKD atas dugaan pelanggaran etik yang di lakukan Setya Novanto, yang menghadirkan Sudirman said, Maroef Sjamsoedin serta Luhut juga sebuah kesalahan. apapun yang dilakukan Setya Novanto atau semua Anggota Dewan tetap terikat akan UU MD3.
Selain itu, Jaksa Agung menyebut bahwa dalam Pasal 245 ayat 3 UU MD3, izin presiden tidak diperlukan apabila anggota DPR yang disangka diduga melakukan tindak pidana khusus.
Jadi dengan adanya ketentuan itu akhirnya kita simpulkan memang izin tidak diperlukan. Presiden tidak perlu mengeluarkan izin untuk pemanggilan Setya,' jelas Prasetyo
seperti apapun Jaksa Agung mengatakan, argumentasi umum penafsiran UU MD 3 tetaplah harus melalui Ijin Presiden, Perihal pidana khusus, dan rencana pemufakatan jahat hingga Jaksa Agung menyebut akan berkolaborasi dengan KPK, dimana urgensinya pidana khusus tersebut, di sini Jaksa Agung tidak mengatakan secara spesifik pidana khusus yang seperti apa.
Di sisi lain pun Menkumham mengamini, bahwa pada saat pertemuan dengan Reza Chalid, Setya Novanto tidak dalam kapasitas ketua DPR Dewan melainkan individu, dan menyebut perihal kasus Setya Novanto adalah Tipikor / tindak pidana korupsi. ( kompas.)
menariknya dua pendapat yang senada dari Menkumham dan Jaksa Agung,
apabila Menkumham dan Jaksa Agung menyasar Setya Novanto dan Reza Chalid dengan tindak pidana khusus dan tindak pidana korupsi, maka semua elemen yang terlibat dalam pertemuan tersebut wajib ikut menjadi sasaran Kejagung.! tanpa terkecuali, mengingat pertemuan antara Setya Novanto cs di lakukan bukan hanya satu kali. Jadi apabila Kejagung hanya menyasar Setya Novanto dan Reza Chalid Lalu Menkumham mendukung juga, terlihat sekali aroma kepentingan yang sangat kental. dan itu menjadi hal yang terlihat janggal. dan publik terlepas suka tidak suka atas Setya Novanto melihat kejanggalan tersebut, apabila harus terus di paksakan dalam ranah pidana, bukti rekaman dan si perekam serta penyebar rekaman mau tidak mau akan terlibat, pertama, apabila bukti rekaman tersebut harus masuk ranah pidana, maka si perekam terindikasi menjebak dan rekaman tersebut menjadi perbuatan ilegal. Karena si perekam bukan aparat penegak hukum, Lalu yang kedua, seperti saya sebut di atas, semua yang hadir dalam pertemuan tersebut harus di minta pertanggung jawabanya, dan semua Nama yang di sebut dalam rekaman pun wajib di periksa untuk mengetahui sejauh mana kebenaran rekaman tersebut, dan Rakyat menunggu keberanian Jaksa Agung untuk memanggil semua Nama yang di sebut dalam rekaman, karena indikasi pidana justru ada pada isi rekaman, bukan pertemuan Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoedin, ( pertemuan ini apabila untuk seorang Setya Novanto adalah pelanggaran Etik, apabila hadirnya Riza Chalid dalam pertemuan yang konon di ajak oleh Setya Novanto adalah bagian dari lobi lobi pengusaha, untuk tuduhan pemufakatan jahat, jelas di perlukan lebih dari sekedar rekaman tersebut,) berapa pengusaha yang harus di panggil Kejagung apabila Hal lobi lobi di selidiki, dan di jadikan sebuah penyidikan. untuk hal ini saya ingin mengatakan seharusnya yang aktif merekam adalah aparat hukum, ( contoh : KPK ) hemat saya, ( Semoga ada Ahli hukum yg dapat menjelaskan. Spesifik Dari sisi hukum.)
Menelisik perihal keduanya adalah kader Partai pendukung pemerintahan, namun belum terlihat dukungan dari pemimpin pemerintah atas polemik Setya Novanto, ( sampai saat ini Jokowi belum memberikan pernyataan terkait hal ini.)
Apakah ini menjadi signal akan berkuasanya KIH atas parlemen.? mengingat sangat perlunya hal tersebut hingga permainan kurang elok di pertontonkan, Menkumham sudah berhasil membuat Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) dan Golkar bimbang dalam kesedihan. keberhasilan Menkumham tidak lain karena selalu membuat keputusan yang berubah ubah atas kedua Partai tersebut. hingga Golkar pun saat ini mati suri, PPP kubu Romy Resah, memang benar konflik Partai berawal dari diri Partai tersebut, namun menganalogikan,' konflik Partai harus berujung pada " orang tua." ( kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Orang Tua Legalitas.) di sinilah orang tua tidak memberikan ketegasan atas anak - anaknya,
faktor tersebutlah yang di sinyalir harus membuat PAN dan PKS mendekati pemerintahan, Gerindra terlihat pasif, bahkan Demokrat mengatakan " tolong jangan buat Demokrat seperti Golkar. Apabila terus seperti ini, maka analisa saya mengatakan semua Partai bisa di buat porak poranda, mungkin hanya Gerindra kecil kemungkinan untuk tersentuh, karena histori Gerindra belumlah buruk di mata " penguasa, namun khusus untuk Golkar Kita tentu mempunyai parameter tersendiri,
di sinilah perlunya penyadaran bersama bahwa Partai Partai tersebut adalah sebuah aset Nasional yang harus di jaga bersama, pemerintah boleh saja membuat individu Partai Partai tersebut jera, namun janganlah terhadap partainya. Sampai kapan Indonesia akan bebas dari aroma saling menjatuhkan di setiap pergantian Rezim, ambilah Ikan dengan tidak membuat Keruh kolam,
JK dan Luhut tentu mengetahui Seluk beluk Golkar karena senioritas mereka di Golkar, Lalu Wiranto, Prabowo, Surya Paloh, Aburizal Bakri dan Akbar tanjung adalah peserta konvesi 2004, hingga akhirnya bubar mendirikan Partai masing - masing, Wiranto dengan Hanuranya, Prabowo dengan Gerindranya lalu Surya Paloh dengan Nasdemnya, ( inilah yang saya sebut historical.) dan Hayono Isman pun kini bersama Demokrat, apabila Megawati sudah jelas seorang " oposisi' yang lahir dan besar dengan segala suka dukanya di masa Golkar sangat superior, Kita tentu pun tidak akan melupakan Bagaimana PDI di buat suram hingga terlahir menjadi PDI-P.