Berbicara mengenai masa khulafaur Rasyidin, tentu berbicara pula mengenai awal pecahnya konflik internal dalam Islam. Terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ternyata dimanfaatkan oleh beberapa kelompok yang mempunyai kepentingan masing-masing. Khalifah setelahnya, Ali Bin Abi Thalib, dipaksa menanggung segala perpecahan dan kekacauan yang terjadi. Yang paling menarik dan menjadi sorotan dalam masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib adalah kejadian besar mengenai Perang Jamal, yang jika salah kaprah dan salah mengartikan maka akan menjadi salah paham besar.
Baca juga: Memahami Perang Badar dan Lelucon Doa Neno Warisman
Disebutkan dalam beberapa sumber, bahwa Perang Jamal merupakan perang yang terjadi antara Ali Bin Abi Thalin dan Aisyah RA. Salah satu teori yang populer menyatakan bahwa peperangan terjadi lantas Aisyah yang menyimpan rasa cemburu terhadap Fatimah RA --yang tentu memiliki kedudukan istimewa di hati Rasulullah dan Umat Islam tentunya.
Namun, apakah tidak terlalu dibesar-besarkan apabila kita menyebut konflik internal ini sebagai perang? Bahwa teori yang disebutkan mengenai rasa iri-dengki tersebut hanyalah memecah keyakinan dan kepercayaan umat Islam serta menimbulkan asumsi baru yang lain.
Baca juga: Tragedi Perang Jamal: Termakan Provokasi
Mengutip dari buku Sejarah Politik Islam oleh Prof Dr Didin Saefudin Buchori, bahwa disini terdapat peran besar Abdullah bin Saba' yang merupakan seorang Syiah dan memiliki banyak pengikut. Orang munafik inilah yang menyebabkan timbulnya istilah perang Jamal. Pada hakikatnya adalah, saat itu Ali Bin Abi Thalib yang baru daja di baiat menerima kabar bahwa di Madinah telah berkumpul sejumlah orang untuk memberontak, mengenai jabatan barunya.
Sedangkan, disisi lain, Abdullah bin Saba; mengumpulkan orang-orang di Madinah dengan dalih bahwa Ali Bin Abi Thalib-lah yang mengumpulkannya. Ketika dua kelompok tersebut bertemu, rasa heran menyelimuti mereka.
Baca juga: Abu Talha Tangannya Buntung Karena Melindungi Rasulullah dalam Perang Uhud
Setelah beberapa perbincangan yang akhirnya diputuskan bahwa sebenarnya tidak ada yang perlu mereka angkat menjadi masalah kecuali keduanya sadar telah diadu domba. Namun pertumpahan darah tak terhindarkan manakala pasukan Abdullah Bin Saba' yang telah disisipkan dikedua belah pihak memulai untuk mengangkat senjata sehingga pertumbahan darah tak terelakkan.
Betapa banyak salah kaprah dan cerita yang gampang sekali untuk dibelotkan, bahwa sebenarnya konflik ini tidaklah begitu besar dan memecah belah kecuali karena memang ada campur tangan para pemecah belah. Wallahu A'lam Bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H