Klaim nihilnya kontribusi smelter bagi sebuah negara dan daerah patut kita kroscek kembali. Sebab, opini yang mendadak mencuat ini seakan dinarasikan bahwa smelter nampak bersalah dengan adanya kebijakan usaha yang diciptakan oleh Pemerintah Indonesia. Lebih-lebih, industri smelter dituduh tidak menyerahkan royalti ke pendapatan asli daerah (PAD).
Padahal jika dilogika, pemerintah membuat kebijakan tentu telah dirumuskan sedemikian rupa agar membuat negara dan masyarakat ke depannya nyaman dan aman. Mengapa terdapat tuduhan yang mengudara sedangkan kebijakan sudah berjalan?
Bahkan, menurut Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, dirinya memaparkan bahwa ekonomi Sulawesi Tengah terkatrol berkat industri pengolahan nikel di Morowali yakni kawasan industri Morowali. Melalui industri tersebut, ekonomi Sulteng tidak merosot terlalu curam ketika pandemi menggasak. Sehingga, masih terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 21,11% di industri tersebut.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia, PAD yang dihasilkan Morowali pun juga merangkak naik. Pada tahun 2019, tercatat ada 201,7 miliar dan tahun 2020 mencapai 218,4 miliar. Sedangkan proyeksi pada tahun 2021 diperkirakan menyentuh angka 227 miliar dan 2020 adalah 246,3 miliar.
Longki juga menambahkan bahwa dirinya optimis ada pertumbuhan ekonomi di Sulteng setelah pandemi. Dirinya menyatakan bahwa adanya industri nikel sebagai penopang ekonomi Sulteng ke depannya akan menyelamatkan provinsi tersebut. "Kami percaya pada Q-3 2020 ekonomi Sulawesi Tengah akan membaik dan tumbuh positif," ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.
Bahkan di daerah Sulawesi Tengah tepatnya Morowali sedang bersiap untuk memfasilitasi investasi pembangunan pabrik baterai lithium senilai Rp 51 triliun. Gubernur Longki menjelaskan, jika lancar dalam perizinan dan apabila memenuhi standar maka dapat segera dibangun. Menurutnya, Sulteng memiliki potensi sumber daya alam berjumlah masif dalam bentuk mineral yakni nikel. Longki menjelaskan teknologi dan penerapan pengolahan nikel yang diterapkan di Sulteng juga menggunakan sistem hilirisasi sesuai ketentuan program pemerintah.
Senada, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, membenarkan bahwa kawasan industri Morowali akan segera membangun pabrik baterai lithium. Pabrik tersebut nantinya akan menggunakan teknologi HPAL (Hight Pressure Acid Leaching) yang spesialnya dapat mengolah nikel berkadar rendah atau limonite nickel. Pengolahan ini akan mengekstrak nikel, kobalt, mangan (NCM) untuk dijadikan katoda baterai listrik.
Melalui pembangunan pabrik berteknologi HPAL ini, nantinya PT IMIP dapat memproduksi baterai llistrik NCM dengan kapasitas 240.000 nikel ore. Dengan kapasitas ini, PT IMIP diprediksi dapat menjadi produsen terbesar di dunia.
Jika memang seperti itu, apakah Morowali beserta kawasan industrinya acuh 'tak acuh, dan jelas-jelas tidak berkontribusi sama sekali bagi Morowali, Sulawesi Tengah, bahkan Indonesia? Jika benar nihil kontribusi, maka tunjukan letak kenihilannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H