Air merupakan Sumber Daya Alam yang mudah ditemukan di sekitar kita, dan termasuk Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui serta peranannya sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti untuk kebutuhan rumah tangga, industri, dan juga bisa dimanfaatkan untuk sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Menurut Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat, Total jumlah air di bumi sekitar 326 juta kubik mil, Sebanyak 72% permukaan bumi tertutup oleh air, tetapi 97% air tersebut merupakan air asin yang tidak baik untuk dikonsumsi, yang artinya tersisa 3% air tawar di bumi, dari 3% air tawar tersebut kurang dari 1% air tawar di bumi yang dapat diakses secara langsung oleh manusia.
Berdasarkan data tersebut, air tawar yang dapat diolah langsung sangat sedikit, padahal jumlah konsumsi air tawar relatif tinggi. Konsumsi yang tinggi tetapi tidak dibarengi oleh pengolahan dan penyediaan air yang baik maka akan timbul masalah baru yaitu krisis air bersih.
Maka tidak mengherankan bahwa belakangan ini air bersih seakan-akan menjadi barang yang langka. Berdasarkan data yang dirilis oleh Water Environment Partnership In Asia (WEFA) hampir seluruh wilayah nasional terancam mengalami krisis air bersih.
WEFA menyebut bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya air bahkan negara kita menampung 6% cadangan air dunia, tetapi mereka memprediksi pada tahun 2040 pulau Jawa terancam kehabisan sumber air bersih.
Contoh nyata krisis air bersih di pulau Jawa terjadi di Kampung Kedung Ringin, Sukawangi, Kabupaten Bekasi, krisis air bersih di sana telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Untuk mendapatkan air bersih warga harus melakukan pengeboran air tanah hingga kedalaman ratusan meter. Biayanya puluhan juta rupiah. Itu pun hasilnya terasa payau dan asin meski bening.
Apalagi saat pandemi ini aktivitas konsumsi air bersih ternyata meningkat, Penggunaan air bersih menjadi bagian penting pengendalian risiko penyebaran virus COVID-19. Menurut survei dari IWI (Indonesian Water Institute) sebanyak 65% responden menyatakan, aktivitas Mandi meningkat sebanyak tiga kali lipat dari kondisi normal, sedangkan aktivitas mencuci tangan meningkat 5 hingga 10 kali lipat dari kondisi normal.
Nyatanya kenaikan kebutuhan akan air tidak dibarengi dengan usaha pemerintah, prestasi pemerintah Indonesia untuk menagani krisis air bersih masih sangat minim. Sistem perpipaan dan sanitasi di Indonesia juga masih minim dan jauh dari kata bagus, tentu saja hal ini mendorong masyarakat untuk menggunakan air tanah secara langsung. Padahal ekstrasi air tanah yang berlebihan dapat memperburuk krisis air bersih karena dapat mengakibatkan turunnya permukaan tanah.
Selain itu terdapat beberapa faktor yang menyebabkan krisis air bersih, yaitu faktor dari masyarakat kita sendiri. Antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan kondisi lingkungan sekitar. Masih banyak masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, Limbah rumah tangga khususnya deterjen berpengaruh besar terhadap pencemaran air yang semakin memperparah krisis air bersih.