Sanichi menatap Keiko, gadis cantik berkulit putih dan bermata sipit di depannya yang sedang duduk tenang sambil menyantap Udon, yaitu makanan mie kuah khas Jepang.
Sesekali Keiko juga membalas tatapan Sanichi sambil menyunggingkan senyum indah di bibirnya yang mungil. Terlihat pula gigi putih rapinya menambah aura kecantikannya. Jantung Sanichi berdetak kencang melihat gadis berambut hitam lurus di depannya.
Dua purnama lalu, dia mengenal gadis itu saat menyelamatkannya dari para perampok yang mencoba merampas barangnya dan bahkan hampir memperkosanya di jalan setapak yang sepi di pinggiran hutan.
Hanya dalam hitungan satu lompatan ke depan, seketika katana di tangan Sanichi sudah langsung menebas leher tiga orang perampok dan membuatnya tumbang. Sedangkan dua lainnya yang melihat kejadian tersebut memilih untuk melarikan diri masuk ke dalam hutan.
"Sochira sama, perkenalkan!, izinkan saya, Keiko Hayashi mengikuti dan mengabdi seumur hidup untuk Anda karena telah menyelamatkan nyawa saya yang tidak berharga ini sebagai balas budi atas pertolongan Anda?", ucap Keiko sambil bersujud di depan Sanichi sebagai ucapan terima kasih.
Pada awalnya, Sanichi menolak dan menyilakan gadis cantik berkulit putih bersih itu untuk melanjutkan perjalanannya. Namun, setelah Keiko bercerita bahwa dirinya hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya telah dibunuh pasukan Takeshi Kobayashi yang menyerbu Istana Osaka membuat hatinya melunak.
"Baiklah, Keiko san! Anda boleh ikut saya, tapi dengan syarat!, jangan sekali-kali ikut campur dengan urusan saya!", kata Sanichi dengan nada dingin tapi juga merasa kasihan dengan gadis cantik di depannya yang terlihat berpakaian lusuh tanpa membawa bekal apapun.
Baca Juga : Sadako, Bom Atom dan Origami Burung Bangau
"Anata!, Ayo meneruskan perjalanan lagi! Sudah kenyang nih!" Ucapan Keiko itu sedikit mengejutkan Sanichi yang sedang melamun akan perjalanan hidupnya yang saat ini sering berpindah tempat dan bekerja ala kadarnya demi menyambung hidup dari hari ke hari.
Matahari di hari-hari musim gugur cepat terbenam dan mau tidak mau membuat Sanichi serta Keiko terpaksa menginap di gubuk di pinggir persawahan yang kosong di malam hari. Untuk mengusir udara dingin yang mulai menusuk tulang, Sanichi membuat api unggun kecil di luar gubuk.