Lihat ke Halaman Asli

Eko Adri Wahyudiono

TERVERIFIKASI

ASN Kemendikbud Ristek

Saat Konsep Hidup Sederhana yang Tidak Sesederhana dalam Teori dan Praktiknya

Diperbarui: 3 Februari 2024   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Mengatur keuangan untuk hidup sederhana terencana. Sumber gambar shutterstock via Kompas. Com

"Gaji yang kita terima setiap bulan, itu sudah cukup untuk bisa hidup, namun tidak akan mencukupi untuk gaya hidup kita"

Rasanya, kalimat di atas yang sering kita dengarkan baik secara lisan maupun tertulis itu bisa jadi ada benarnya juga. Bahkan, ada satu sahabat yang berbisik bahwa bila ingin mengikuti "gaya hidup", janganlah mengandalkan gaji, melainkan harus ada penghasilan lainnya.

Untuk sesaat, tercenung juga pikiran ini dengan ucapannya. Mengapa demikian? Okay, bisa jadi bila gaji, pastilah itu sah dan halal menurut peraturan hukum dan norma yang berlaku, tapi bila "penghasilan", bisa dimaknai tambahan pemasukan yang halal atau bisa juga haram tergantung dari cara mendapatkannya.

Semua itu tak lain dan tak bukan demi memenuhi gaya hidup kita yang terkadang besar pasak daripada tiangnya alias hidup dalam pemborosan dalam hal pengeluaran keuangan atas dasar gaji yang diterima.

Baca Juga : Barang Terbaik Sekaligus Terburuk yang Dibeli di Tahun 2023.

Di awal tahun 2024 ini, tidak ada salahnya bagi saya untuk kembali pada masa 35 tahun yang lalu dan merenungi perjalanan hidup di saat mulai untuk belajar hidup mandiri dan lepas dari bantuan ekonomi orangtua setelah mendapat pekerjaan.

Semenjak bekerja sebagai guru honorer di tahun 1989 dan akhirnya menjadi pegawai negeri tetap di tahun 1992, secara praktiknya, saya sudah melepaskan diri menjadi tanggungan orangtua.

Hebatnya, meskipun dengan gaji yang sedikit atau terhitung kecil di masa itu dibandingkan dengan gaji dari profesi lainnya, saya mampu untuk mengedepankan gaya hidup sederhana atau istilahnya disebut Frugal Living.

Pada saat awal hidup berumah tangga, saya sudah mampu membeli rumah melalui KPR BTN di meskipun dengan cara mencicil hampir 50% dengan tempo 10 tahun dari gaji yang saya terima. Sedangkan sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan bersama anak dan istri.

Terkadang, untuk memenuhi kebutuhan itu, saya harus mengajar di sekolah swasta di sore harinya dan memberikan tambahan pelajaran atau les privat untuk murid yang membutuhkan pada malam harinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline