''Total ada 107 pengajuan diska selama tahun lalu. Yang sudah putusan 101,''
Saya mencoba untuk membacanya pernyataan tersebut di atas selama beberapa kali untuk memastikan bahwa berita itu benar adanya.
Memangnya berita apa sih? Itu sebenarnya adalah berita tentang merebaknya tentang kasus anak di bawah usia dengan masih berstatus pelajar yang mengajukan permohonan dispensasi untuk melaksanakan pernikahan (diska) kepada kantor Pengadilan Agama di Magetan.
Kalimat yang disampaikan oleh Pejabat Humas P.A. Magetan, Mat Busiri, yang dimuat di portal berita online, Radar Madiun online. Jawapos.com, pada hari Senin tanggal 10 Januari 2023 itu sungguh mengusik hati saya sebagai seorang pendidik.
Sebagai rinciannya, para pelajar yang mengajukan permohonan itu ada 18 orang dari usia SD, 72 SMP, dan 17 SMA. Para pemohon diska itu tergolong belum cukup umur, yaitu seharusnya minimal 19 tahun, sesuai ketentuan yang berlaku.
Karena penasaran, saya pun mencoba untuk menelisik dengan meng-googling kota-kota di sekitar Kota Magetan, dan berita pada kasus yang sama mulai banyak bermunculan.
Berita dari Kompas.com, (17/01/2023), menyebutkan bahwa ada 125 pelajar di Kota Ponorogo yang mengajukan permohonan pernikahan. Kemudian, ada 510 dari Kota Ngawi, serta beberapa dari area Kota Madiun.
Sedikit mengejutkan, dari sumber lain, yaitu RadarMadiunonline.com, (12/06/2022), menunjukkan bahwa Kota Ngawi, tahun ini mengalami kenaikan yang lumayan tinggi dibanding pada tahun 2022, yaitu hanya 53 Anak.
Bila dibandingkan juga dengan Kota Ponorogo pada tahun 2021, ada 263 anak atau pemohon dispensasi menikah (diska) di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo (Radarmadiuonline, 06/02/221) dengan menyatakan bahwa 91 ( 37,7%) anak karena telah hamil terlebih dulu sebelum menikah.
Sedangkan yang 150 anak (62,2%) karena banyak faktor lain yang berbeda-beda pada kasus permohonannya.