Lihat ke Halaman Asli

Nufaisa Az Zahra

Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam di UIN Sunan Gunung Djati

Review Film Dokumenter: Batu Nisan Aceh Warisan Masa

Diperbarui: 2 Agustus 2022   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batu Nisan Shadrul Islam Ismail temukan di Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. (Sumber https://sultanateinstitute.com/)

Batu nisan ialah sebuah penanda kubur biasanya berupa batu yang ditempatkan diatas pusara eseorang.Batu nisan merupakan tradisi dalam upacara penguburan agama Kristen, Yahudi, Muslim, dan beberapa agama atau kepercayaan lainnya. Batu nisan dan warisan tidak dapat dilepaskan dengan kematian seseorang di sisi lain juga ia menandakan bahwa seseorang tersebut pernah hadir di dunia. Banyak hal tergambar saat membahas batu nisan. Apakah iadanya kehidupan selanjutnya setelah kematian, mitos kepercayaan tertentu, sejarah orang yang dimakamkan, nilai budaya artistik atau bahkan sebagai wisata religi masyarakat.

Sebagai wilayah paling barat,  Aceh adalah daratan pertama yang dijumpai oleh pelaut dari barat setelah menyebrangi samudra Hindia. Aceh menjadi persinggahan komunitas baru yang datang dari Persia dan India sebagian dari mereka membwa ajaran Islam, ada pula yang menetap meneruskan keturunan hingga meninggal di tanah Aceh. Pada masa kerajaan wilayah aceh sangatlah strategis mengingat pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang barat Sumatera.

Sejarah dan Awal Mula Batu Nisan Aceh

Tidak diketahui pasti kapan pertama kali batu nisan muncul namun menurut Deddy Satria. S.S seorang arkeolog dari Aceh menyebutkan bahwa kemunculannya berasal dari dinasti Umayah dan Abbasiyah yang menginginkan adanya penanda kubur khususnya terutama pada khalifah Abbasiyah yang menginginkan adanya batu nisan sebagai penanda kubur.

Hal ini dapat di buktikan Pada epitaf makam Batu Nisan Shadrul Islam Ismail disebutkan Maulana Qadhi (tuan kami qadhi). Dalam Lisan Al-‘Arab, salah satu makna maula ialah: “wali yang mengurusi urusanmu.” Gelar maulana—dengan penambahan dhamir al-mutakallim—yang berarti tuan kami telah digunakan oleh khalifah-khalifah dari Dinasti ‘Abbasiyah, dan sangat banyak digunakan,

Kaligrafi Arab pada nisan makam Qadhi Isma’il yang wafat pada Jum’at, 7 Syawwal 852 Hijriah, juga menampilkan khath Thughra’. 

Berdasarkan penelitian batu nisan yang terletak pada wilayah Aceh sangat dipengaruhi oleh Persia dan India. Nisan di Aceh mengalami perubahan bentuk (metamorfosis) dari yang sederhana hingga mencapai bentuknya seperti yang diketahui sekarang ini. Perubahan tersebut diawali dari beberapa nisan sederhana yang dapat ditemui di Samudera Pasai, tempat, awal mula penyebaran Islam di nusantara hingga mencapai puncaknya pada masa kesultanan Aceh Darussalam. Samudera Pasai hingga saat ini diyakini merupakan kerajaan Islam pertama di nusantara, yang menjadikannya sebagai tempat mengadopsi bentuk-bentuk nisan.

Bentuk-bentuk Batu Nisan di Aceh

Menurut Dr. Husaini Ibrahim M.A salah seorang Arkeolog dari Aceh menyebutkan bahwa terdapat tiga bentuk umum batu nisan yaitu: 1. Nisan berbentuk sayap dan tanduk seperti tanduk kerbau 

Nisan makam Sultan Malik As-Shaleh tahun 696 H. atau tahun 1297 M. Nisan tipe Aceh jenis sayap-bucrane. (Sumber: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 2007) 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline