Lihat ke Halaman Asli

Early Kusumaningtyas

HR Enthusiast/Technical Recruiter/Writer/Teacher/Breast Cancer Warrior

Wisesa

Diperbarui: 23 Juli 2024   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, Wigati merasakan sebuah tendangan halus dari dalam rahimnya. Ia tersenyum sambil mengelus perutnya yang semakin membesar. Namun, kebahagiaan itu segera berubah menjadi ketakutan ketika pintu kamar tiba-tiba terbanting keras tanpa angin yang berhembus. Lampu kamar berkelip-kelip seperti akan mati. Suaminya, Joko, berlari masuk ke kamar dengan wajah panik.

"Ada apa, Ma? Kamu baik-baik saja?" tanya Joko dengan nada cemas.

Wigati hanya bisa mengangguk pelan, matanya masih terpaku pada pintu yang kini tertutup rapat. Sejak mengetahui dirinya mengandung, berbagai peristiwa aneh mulai terjadi. Barang-barang di rumah sering berpindah tempat, suara-suara aneh terdengar di malam hari, dan beberapa kali Wigati hampir celaka tanpa sebab yang jelas.

Pada suatu malam yang penuh hujan dan petir, lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi nama Wisesa. Sejak kelahirannya, Wigati, ibu dari Wisesa, merasa ada yang selalu mengikutinya. Bayang-bayang hitam sering muncul di sudut-sudut rumah, menatapnya dengan mata kosong yang menakutkan. Ia tahu, anaknya ini istimewa.

Wisesa tumbuh menjadi balita yang berbeda dari anak-anak seusianya. Pada usia tiga tahun, ia sudah mampu melihat dan berkomunikasi dengan makhluk-makhluk yang tak kasat mata. Suatu malam, Wigati terbangun karena mendengar suara cekikikan di kamar Wisesa. Ketika ia masuk, ia melihat Wisesa duduk di tempat tidurnya, berbicara dengan seorang anak kecil yang tembus pandang.

"Mama, ini temanku. Dia bilang namanya Angga," kata Wisesa sambil menunjuk ke arah anak kecil itu. Namun, yang dilihat Wigati hanyalah kekosongan di udara.

Semakin bertambah usia, semakin banyak hal-hal mistis yang dialami Wisesa. Di sekolah, ia sering melihat sosok-sosok yang mengikuti teman-temannya. Ia juga sering merasakan kejadian-kejadian yang belum terjadi. Ketika berusia tujuh tahun, Wisesa mendekati seorang temannya yang sedang menangis di pojok sekolah.

"Ada apa, Beni?" tanya Wisesa.

"Bapak mau pergi jauh, aku takut," jawab Beni sambil tersedu-sedu.

Wisesa menatap Beni dengan tatapan yang dalam. "Jangan khawatir, Bapakmu akan kembali. Dia hanya akan pergi sebentar."

Benar saja, beberapa hari kemudian, ayah Beni pulang dari perjalanan bisnisnya dengan selamat. Sejak itu, teman-teman Wisesa mulai menyadari keistimewaannya dan sering meminta bantuannya ketika mengalami masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline