"Ketuhanan yang Maha Esa" adalah sebuah kalimat sakral yang menjadi awal bulir-bulir pancasila. posisinya sebagai sila pertama seakan menjadikan ia bulir utama dan yang terpenting dari pada bulir sila lainnya.
Memang sejak pertama kali dicetuskan oleh bung Karno pada 1 juni 1945, pancasila yang memuat 5 bulir dasar negara itu berbentuk point-per-point, yaitu;
1. Ketuhanan,
2. Kemanusiaan,
3. Persatuan,
4. Kerakyatan,
5. Keadilan.
kelima bulir yang disatukan dengan nama pancasila tersebut kemudian oleh bung Karno dan kawan-kawan dijadikan sebagai dasar negara karena dirasa mampu merangkum dasar, tujuan, serta cita-cita rakyat indonesia.
Hal itu bukan omong kosong belaka, selama bertahun-tahun kemudian pancasila terus mampu menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.
Hingga pada suatu hari masalah muncul ketika pada masa kepemimpinan presiden Soeharto, pancasila yang awalnya berbentuk bulir sama rata dan sama penting sebagai pilar-pilar utama dalam menjaga keutuhan negara dirubah pengajarannya menjadi berbentuk sebuah stratifikasi di mana sila pertama adalah sila terpenting diikuti dengan sila-sila lainnya.
Hal ini terjadi bukan tanpa sebab, sentimen keagamaan akibat dari pergolakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965 yang membawa Soeharto dari posisi jendral ke kursi presiden menjadi latar belakang dari perubahan orientasi pancasila untuk pertama kali.