SEMARANG, E. SUDARYANTO | Seolah sebuah tradisi yang tak pernah sirna oleh waktu, rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, selalu direspon negatif oleh masyarakat.
Berbagai ormas, elemen masyarakat dan mahasiswa berlomba untuk berdiri di garda depan penentang kenaikan harga BBM, melalui berbagai aksi demonstrasi yang sebagian besar berujung pada aksi anarki atau ragam aksi tidak simpatik lainnya.
Para politisi dan partai politikpun tak mau ketinggalan peran. Mereka berlomba meramu "issue sexy" ini menjadi sarana untuk meraih simpati publik, sebagai politisi atau parpol yang paling peduli dengan aspirasi dan penderitaan rakyat.
Namun di luar segala macam reaksi dan aksi masyarakat/elemen masyarakat, mahasiswa, ormas, politisi/parpol tersebut di atas.... SEMUANYA NOL BESAR!
Berapa kalipun kenaikan, dan berapapun besarnya nominal kenaikan harga BBM yang akhirnya diputuskan dan diberlakukan, tidak pernah merubah pola komsumsi BBM oleh masyarakat pengguna.
Dari waktu ke waktu, konsumsi BBM.justru selalu meningkat. Bukan hanya karena semakin bertambahnya populasi motor dan mobil pribadi. Tetapi juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran sebagian besar masyarakat pemilik motor dan mobil pribadi, di luar penggunaan yang bertujuan produktif, untuk menghemat konsumsi BBM.
"Rasa sakit" akibat kenaikkan harga BBM hanya dirasa sementara. setelah itu...kembali ke pola lama. Terdengar seperti slogan basi: "SEKALI BOROS TETAP BOROS!"
Kalau sudah begitu, apakah masih layak mereka memprotes rencana kenaikkan harga BBM?! **ES-060613**
( Tulisan ini tidak saya tujukan kepada anda yang masih sangat bergantung kepada angkutan umum sebagai sarana transportasi, serta para pemilik motor dan mobil pribadi yang secara kongkrit dan konsisten telah berupaya keras untuk memotong konsumsi BBM untuk tujuan non produktif )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H