Meluruskan pernyataan yang "bengkok" seharusnya dilakukan dengan cara yang bijaksana dan fokus pada pernyataan yang akan dikoreksi saja. Jangan melebar kemana-mana dan ke pihak lain yang justru dapat menimbulkan masalah atau kontroversi baru.
Apalagi kalau upaya pelurusan itu dilakukan secara terbuka dengan memanfaatkan media massa.
Namun patut disayangkan Yusril Ihza Mahendra telah melakukan hal yang sebaliknya ketika berupaya meluruskan pernyataan Denny Indrayana di twitter yang dianggap salah dan menghina profesi advokad yang sekarang sedang digelutinya.
Seperti yang diberitakan Kompas.com 28/08/2012, Yusril hanya ingin mengingatkan Denny konsekuensi dari pernyataannya yang menuduh advokat yang menangani perkara korupsi sebagai advokat koruptor, dapat berlanjut pada penyebutan presiden yang memberikan grasi kepada koruptor juga bisa disebut sebagai presiden koruptor.
Bukankah cara Yusril menunjukkan kesalahan Alur berpikir Denny seperti tersebut di atas kurang bijaksana dan justru berpotensi memperlebar kontroversi?
Dan jika alur berpikir Denny yang tidak sehat itu dianggap Yusril "dapat berimplikasi kepada kegaduhan politik". Bukankah pernyataan Mantan Menteri Hukum dan HAM itu justru dapat memperuncing kegaduhan politik yang mungkin terjadi?
Di sisi lain, jika Yusril ingin agar semua pihak tidak menganggap pernyataannya tentang "Presiden Koruptor" sebagai tindakan menghina Presiden, dan harus dilihat dalam konteks tanggapan beliau atas berbagai pernyataan Wamenkumham Denny Indrayana di twitter...
Bukankah semestinya Yusril dan para advokad lain juga harus dapat melihat pernyataan kontroversial Denny tentang "Advokad Koruptor dalam konteks keseluruhan "kicauan" Denny dan ReTwit yang menanggapinya?
Karena semua kekacauan terkait masalah ini, mungkin hanya bersumber pada perbedaan penafsiran dan penggunaan indikator untuk menetapkan: apakah seorang advokad yang mendampingi koruptor dapat dianggap telah membela kliennya secara membabi buta dan melanggar hukum?
Apakah sah jika advokad yang mendampingi koruptor menerima bayaran dari hasil korupsi, atau menerima bayaran untuk "melakukan apapun" yang diperlukan untuk membebaskan kliennya yang terindikasi kuat telah melakukan korupsi. Meskipun mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan justru mencidrai hukum itu sendiri?
Sekaranglah saatnya Denny Indrayana, OC Kaligis, Yusril Ihza Mahendra dan advokad lain atau organisasi profesinya, untuk duduk bersama dan dengan kepala dingin mendiskusikan masalah tersebut di atas. Berusaha saling memahami dan meluruskan yang dianggap salah tanpa saling melukai. Menimggalkan cara-cara konfrontatif untuk menyelesaikannya. Dan menggunakan energi kreatif untuk hal-hal yang lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat luas, sesuai profesi dan jabatan masing-masing.
Coba direnungkan, jika mereka terus berkonflik tanpa ujung, siapa yang diuntungkan?
(E. SUDARYANTO, KOMPASIANA - 28082012)
Referensi berita:
Yusril : Saya tidak Bermaksud Menghina Presiden
Penulis: M Fajar Marta (Kompas.com 28/08/2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H