Lihat ke Halaman Asli

Eko Sudaryanto

Awam yang beropini

Gagal Tebus, Perkara Kecilpun Berlanjut!

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca vonis bersalah Pengadilan Negeri kota Palu terhadap AAL, bocah SMK yang dituduh mencuri sandal jepit seorang anggota Polisi, gema kejadiannya yang sempat mengharu-biru hati publik mulai mereda dan hilang dari halaman dan tayangan media.

Namun bukan berarti kasus serupa tidak akan pernah terjadi, dan memicu kontroversi yang melibatkan banyak tokoh masyarakat, lembaga perlindungan anak dan LSM.

Kasus tentang seorang anak yang karena perbuatannya terpaksa harus berurusan dengan hukum dan pengadilan, selalu mampu membuat prihatin sekaligus dongkol banyak pihak. Bahkan ketika prosedur hukum yang benar telah diterapkan kepada mereka. Apalagi jika ada dugaan adanya prosedur hukum dan pengadilan yang dilanggar para penegak hukum dalam menangani kasus ini. Seperti yang diduga terjadi pada penanganan hukum kasus AAL.

Namun adakah yang lebih tragis jika alasan si bocah yang diduga melakukan kenakalan yang menjurus pada tindakan kriminal ringan tersebut, terpaksa harus menghadap di pengadilan karena tidak mempunyai uang untuk MENGHENTIKAN KASUSNYA di kepolisian?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, anak-anak pelaku kenakalan yang menjurus pada tindak pidana ringan, seringkali menjadi obyek pemerasan oleh oknum polisi yang menangani kasusnya.

Beragam modus pemerasan yang dilakukan para oknum polisi terhadap orang tua anak agar kasusnya bisa dianggap selesai dan tidak berlanjut ke pengadilan. Salah satunya adalah dengan menetapkan batas waktu tertentu kepada orang tua, untuk membebayarkan sejumlah uang agar si anak bisa keluar dari tahanan polisi dan kasusnya dihentikan. Jika dalam batas waktu yang ditetapkan uang belum disetor, maka jumlah uang akan dinaikkan atau si anak akan tetap ditahan atau kasusnya akan diproses sampai ke pengadilan.

Praktek-pratek pemerasan dengan dalih uang tebusan seperti di atas, nampaknya dapat menjadi dugaan alasan wajar mengapa polisi dan penegak hukum lainnya mau repot-repot mengurusi kasus-kasus tindak pidana ringan, atau sangat ringan, yang melibatkan pelaku yang masih kanak-kanak atau remaja.

Ketika uang tebusan tak terbayar, hanya ada satu jalan: KASUS AKAN SAMPAI KE PENGADILAN. Meskipun kasusnya sebenarnya sangat ringan, seperti dugaan pencurian sandal jepit bekas!(E. SUDARYANTO-100112)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline