Lihat ke Halaman Asli

Hardy Yang Ya Tao (扬 亚 涛)

Independent Researcher

Aceh Merdeka (Dulu)

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13366327711354306509

Tulisan contoh budaya sunda seorang kompasianer turut membangkitkan pengalaman saat berada di Bandung. Sebuah kota yang kini dikenal semakin macet sepanjang hari terutama hari libur panjang atau akhir pekan.

[caption id="attachment_187437" align="alignleft" width="300" caption="Angkot di Bandung"][/caption] Cerita orang Bandung dengan tipikal penuh humor dan canda saya rasakan ketika menggunakan kendaraan umum seperti angkutan kota (angkot). Di jaman orde baru, pergolakan di Aceh yang identik dengan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan hal yang sensitif dan mengundang interogasi jika diperbincangkan di muka umum. Salah sedikit bisa kena garuk.

Akan tetapi justeru di Bandung, banyak orang dahulu bisa mendengarkan teriakan: Aceh Merdeka. Teriakan ini terutama lantang didengar di jam sibuk, setiap hari, terutama di sekitar daerah Jalan Dewi Sartika.

Pendatang baru yang pertama kali menjejakkan kaki di kota Bandung, akan terhenyak seolah tidak percaya, seperti dialami kawan saya ketika diajak keliling kota Bandung beberapa waktu lalu. Khawatir dianggap banyak bertanya dan menyinggung, teman saya menutupi rasa penasaran yang amat sangat, mengapa dibolehkan di muka umum di kota Bandung dilontarkan: Aceh Merdeka.

Setelah lelah seharian keliling kota dan menikmati suasana di kawasan Bandung Tea House, dalam suasana rileks dengan hati-hati teman saya menanyakan, apakah tidak ditangkap orang yang berteriak Aceh Merdeka tadi?

Untuk menjawab pertanyaan di atas saya sedikit merenung mecoba menangkap fakta yang dirujuk lawan bicara. Setelah ‘ngeh’ baru saya jelaskan bahwa hanya di kota Bandung bisa didengar: Aceh Merdeka.

Kedua kata itu biasa digunakan oleh kenek angkutan kota (angkot) di antara sub terminal dalam kota Cicaheum – Kebon Kelapa (Abdul Muis) bukan dengan maksud Aceh memisahkan diri dari NKRI.  Namun menawarkan jalan yang dilalui oleh angkot tersebut yaitu jalan Aceh dan jalan merdeka. Sejalan dengan tingkat kemacetan dan penataan arus lalu lintas di Jalan Merdeka, teriakan itu duah tidak dapat didengar lagi oleh orang Bandung, baik pendatang baru maupun pribumi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline