Seperti kita ketahui bahwasanya kognitif cenderung mengarah ke hal-hal yang berbau logika, bahasa, memory atau ingatan, imajinasi atau seni, serta problem solving dan juga kreativitas. Bagaimana ia menyelesaikan masalah, mengatur strategi, mengingat akan suatu hal, dan membayangkan apa yang kemudian dapat ia wujudkan kedalam dunia nyata.
Saat ini kemampuan seseorang tersebut seperti berpikir secara logika, ingatan yang kuat, perencanaan yang matang dan akurat menjadi patokan atau indikator seseorang dikatakan pintar atau cerdas. alat yang digunakan sebagai ndikator pun bermacam-macam, bisa berupa psikotest, wawancara, ataupun melihat secara langsung kebiasaan yang mereka lakukan.
Jika dilihat secara keseluruhan manusia mempunyai potensi untuk selalu berkembang, namun terkadang juga ada beberapa manusia mengalami gangguan salah satunya kognisi. Gangguan tersebut dijadikan dasar dari adanya psikologi kognitif artinya bahwa manusia mulai berfikir tentang adanya sesuatu yang "NORMAL", acuan dasar baik aspek sosial ataupun individu. Apabila seseoarang kurang atau bahkan melebihi dari acuan maka akan timbul dampak terhadap manusia itu sendiri, terutama dampak psikologis.
Hal tersebut memungkiri pernyataan bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkembang. karena justru Indikator tersebut membuat para manusia yang memiliki hasil dibawah rata-rata cenderung down (gampang menyerah)/dikucilkan bagi yang kurang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan justru sebaliknya jika memiliki skor indikator yang tinggi justru seseorang akan terbersit memiliki sifat sombong dan berusaha menguasai yang memiliki skor dibawahnya.
Begitulah fenomena yang selama ini yang saya amati. Namun dibalik itu juga terdapat sisi positif yakni kebalikan dari pernyataan diatas bahwa yang kurang akan cenderung berusaha lebih keras dan yang tinggi tidak sombong dan justru membantu yang kurang. itupun menurut hipotesis saya mungkin terjadi hanya sepersekian persen jika dilakukan penelitian. Karena saat ini seluruh dunia, atau ambil saja contoh lingkup yang lebih kecil yakni lingkungan kita, lebih cenderung menuntut aspek kognitif dibandingkan emosional, atau bahkan spiritual terutama bidang pendidikan. Kecuali untuk orang-orang yang memang memiliki aspek Spiritual dan emosional yang tinggi. seperti Kyai, Tokoh Masyarakat, Pemuka Agama/Adat. Mereka mengesampingkan ego nya, dididik dan mendidik memang hanya untuk mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Namun sepertinya zaman mulai bergeser dan manusia mulai membenahi aturan atau patokan yang mereka jadikan acuan bahwa seseorang tersebut dikatakan BAIK dan BURUK, bukan hanya NORMAL.
Dari penjelasan diatas mungkin sangat sulit memahami inti dari psikologi kognitif, karena memang hanya ungkapan permasalahan mengenai psikologi kognitif. supaya lebih gampang memahami psikologi kognitif saya mengambil contoh komputer. karena komputer merupakan seperangkat alat yang cara kerjanya hampir mirip dengan manusia. mulai dari otak, pemikiran, pemrsesan, cara pengolahan, pengerjaan, dsb.
proses atau cara kerjanya kurang lebih seperti ini:
stimulus diterima, dilanjutkan internal representation, kemudian encoding, storage/sensory memory/working memory/long term memory, retrieval/recognition & recall – diakhiri dengan shared cognition.
Tiap tahap tersebut menerima informasi dari tahap sebelumnya dan menunjukkan fungsi yang terbilang unik dan rumit.
Komputer menggunakan energi elektromagnetik. Dalam otak manusia dianalogikan seperti stimulus yang diterima oleh panca indera kemudian diubah ke energikimiawi di otak dan menjadi loncatan-loncatan energi.