Lihat ke Halaman Asli

Jurus Jitu Meningkatkan Daya Saing Perekonomian Nasional

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Awal tahun 2010, Indonesia dihebohkan oleh salah satu isu perekonomian global. ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) cukup membuat berbagai kalangan memberikan perhatian lebih terhadap isu ini. Adalah suatu hal yang wajar jika banyak pihak memandang pesisimis dan skeptis terhadap ACFTA. Salah satu penyebabnya adalah kekhawatiran mendasar bahwa ACFTA akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional.

Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 sebenarnya tidak perlu takut menghadapi ACFTA. Berbekal populasi penduduk mencapai 230 juta jiwa dengan PDB melebihi angka 4000 triliun, Indonesia cukup diperhitungkan dalam perekonomian global, apalagi dalam tingkat regional ASEAN. Di ASEAN saja, perekonomian Indonesia adalah perekonomian terbesar. Walaupun dari segi kualitas mungkin kita masih kalah jauh dibandingkan Singapura dan Malaysia, dan bersaing cukup ketat dengan Vietnam dan Thailand.

Banyak orang tidak melihat seberkas cahaya di balik isu ACFTA. Sebenarnya ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil jika kita menyikapi isu ACFTA dengan bijak dan persiapan yang cukup matang. Pertama, jumlah pasar yang sangat besar. Indonesia dan Cina merupakan dua negara yang masuk dalam empat besar negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia bersama dengan Amerika Serikat dan India. Jika kita jumlahkan, terdapat potensi pasar yang sangat besar yaitu lebih dari 1,4 miliar jiwa. Angka ini belum lagi kita tambahkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.

Kedua, Indonesia memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan belanja modal dengan harga yang lebih murah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa barang-barang buatan Cina memiliki harga yang lebih murah dibandingkan barang yang berasal dari Jerman, Amerika, atau Jepang. Para pemain industri dapat memanfaatkan ini untuk membeli barang modal mereka untuk meningkatkan daya saing mereka.

Dua peluang di atas sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk memandang optimis prospek penerapan ACFTA di Indonesia. Namun, memang masih banyak beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia. Menciptakan iklim ekonomi yang kondusif adalah harga mati dan harus segera dilakukan oleh Indonesia.

Permasalahan yang mengganggu jalannya roda perekonomian seperti berbagai macam pungutan atau retribusi liar, carut marut kebijakan energi, ketergantungan terhadap produk/bahan baku impor, dan maraknya penyelundupan adalah permasalahan yang harus segera diselesaikan. Hal ini sangat penting guna menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sehingga perekonomian nasional menjadi lebih kompetitif.

Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Pertama, penerapan industri berbasis keunggulan daerah. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan budaya. Terbentang dari Sabang sampai Merauke. Begitu banyak potensi daerah yang belum sempat digali dan dimanfaatkan secara serius. Pemanfaatan jagung yang dilakukan oleh Provinsi Gorontalo atau Bali dengan pariwisatanya adalah beberapa contoh sukses pengembangan ekonomi berbasiskan daerah.

Kedua, Perencanaan yang terintegrasi. Carut-marut berabagai macam kebijakan perekonomian harus segera disudahi. Di era persaingan global seperti saat ini, kebijakan tambal sulam sudah tidak memiliki tempat lagi. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang terintegrasi dan terencana dengan baik.

Ketiga, memahami kebutuhan pasar. ACFTA menawarkan jumlah pasar yang begitu besar dan divergen. Peluang ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Diferensiasi produk dan segmentasi pasar harus dipetakan secara matang. Para pengusaha nasional harus melakukan hal tersebut jika tidak maka ancaman produk-produk Cina adalah ancaman yang nyata.

Sudah semestinya Indonesia berbenah diri menghadapi tantangan global. Haram hukumnya bagi kita menghadapi tantangan zaman dengan sikap pesimisme. Lebih elok jika kobarkan semangat optimisme bahwa: di balik setiap awan kelabu pastilah ada sinar cahaya terang di balik itu. Wallahu a'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline