Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Social Entrepreneur

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi Social Entrepreneur

Oleh : Dzulfian Syafrian[1]

Tercatat dalam sejarah bahwa pemuda memegang peranan penting dalam perjalanan Republik ini. Peritiwa penting sejarah seperti Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Tritura, dan Reformasi adalah bukti nyata betapa pemuda mampu merubah arah dan kondisi negeri ini.

Dalam konteks kekinian, pergerakan pemuda terasa mengalami penurunan. Tidak ada arah yang jelas mau dibawa kemana gerakan para pemuda saat ini. Pemuda seperti kehilangan jati diri, padahal masyarakat berharap besar kepada pemuda untuk selalu membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat.

Menurut penulis, paradigma gerakan pemuda saat ini harus berorientasi pada social entrepreneur, yaitu seseorang yang mampu melihat secara jeli peluang dan kemampuan yang ada di masyarakat sehingga masyarakat bisa menjadi mandiri dan dapat diberdayakan. Inilah sosok pemuda yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini. Sosok yang mampu melihat cahaya di balik kegelapan.

Seorang social entrepreneur berperan sebagai pembuka jalan, penunjuk arah, dan pemberi dorongan bagi masyarakat untuk maju. Social entrepreneur tidak perlu memberikan petunjuk secara rigid kepada masyarakat. Masyarakat hanya butuh diberikan stimulus atau perangsang, setelah itu mereka akan mengakselerasi diri mereka sendiri.

Social entrepreneur tidak perlu memiliki ilmu seluas profesor tetapi yang dibutuhkan seorang social entrepreneur adalah kepekaan dan keinginan yang besar untuk merubah nasib masyarakat disekitarnya. Berbekal kedua hal ini, social entrepreneur akan menjadi problem solver yang handal, pribadi yang memberikan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Munculnya sosok-sosok social entrepreneur sangat mendesak. Hal ini didasarkan kepada keadaan dan nasib masyarakat yang semakin tidak menentu akibat tekanan berbagai krisis multidimensi. Tingginya angka kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, menurunnya kesetiakawanan sosial, adalah beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Namun, menjadi seorang social entrepreneur tidaklah mudah. Tidak seperti commercial entrepreneur yang menawarkan keuntungan (baca: profit) dan materi disana-sini. Sebaliknya, social entrepreneur justru menuntut seseorang untuk berkorban waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan manfaat (baca: benefit) kepada masyarakat. Oleh karena itu, pribadi-pribadi yang rela berkorban, bermental baja, dan ikhlas mutlak harus dimiliki oleh seorang social entreprenuer.

Inilah paradigma baru pergerakan pemuda di masa kini dan mendatang. Pergerakan yang tidak hanya berorientasi terhadap pembangunan sektor ekonomi belaka, melainkan pembangunan manusia paripurna.

Pembangunan yang meminjam istilah Prof. Sri-Edi Swasono, yaitu Pembangunan Indonesia seutuhnya bukan hanya pembangunan di Indonesia, pembangunan yang bukan menggusur orang miskin tetapi menggusur kemiskinan. Itulah hakikat pembangunan Indonesia, yaitu pembangunan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tuntunan konstitusi kita yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Insya Allah.

[1] Mahasiswa Ilmu Ekonomi, FEUI. Staf Kajian Strategis BEM FEUI, Koordonator Grup Diskusi UI, Aktivis HMI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline