Cagar budaya merupakan warisan kebudayaan yang bersifat kebendaan baik bangunan maupun situs. Menurut Hadzon, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Dalam Perda DKI 9/1999 bangunan Cagar Budaya adalah benda atau obyek bangunan atau lingkungan yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, kelangkaan, landmark/tengaran dan nilai arsitekturnya.
Di Indonesia, salah satu situs cagar budaya yang mempunyai ciri khas dengan ondel-ondel adalah Situs Cagar Budaya Betawi. Situs cagar budaya ini mempunyai dinamika perubahan yang membuat situs cagar budaya betawi ini berpindah tempat.
SUKU BETAWI
Batavia atau yang sekarang dikenal Kota Jakarta sejak dulu kota ini menjadi tempat bertemunya kelompok etnis dari kawasan manapun yang turut memberikan warna dan memberikan pengaruh bagi pertumbuhan kota. Pada abad ke-17 hingga ke-18 M, Kota Jakarta menjadi tujuan migrasi bagi penduduk dari berbagai daerah di Nusantara.
Mereka membentuk pemukiman sesuai dengan etnis mereka dan memilih lokasi yang dekat dengan jalur komunikasi serta pusat-pusat yang didirikan oleh Belanda. Akibatnya, terbentuklah kategori pemukiman yang terkait dengan kelompok etnis tertentu, dan munculah istilah "kampung" untuk mengindikasikan pemukiman asli dari kelompok etnis Betawi yang merupakan penduduk asli, sekaligus membedakan dengan pemukiman Belanda yang disebut sebagai "kota".
Orang betawi yang merupakan sebutan bagi penduduk asli dan berdiam di Jakarta memiliki latar belakang sejarah yang telah melewati rentang waktu yang cukup panjang. Menurut Surjomihardjo (1973), separuh dari populasi Jakarta adalah pendatang dan separuh sisanya adalah penduduk asli yang dikenal sebagai Betawi. Komunitas Betawi ini terdiri dari beragam etnis, dan keberagaman ini telah ada sejak lama, bahkan ratusan tahun yang lalu.
Shahab (1994) mengelompokkan komunitas Betawi menjadi tiga kelompok berdasarkan perbedaan dialek dalam Bahasa Betawi, yaitu Betawi Tengah, Betawi Udik, dan Betawi Pinggir. Namun, dalam konteks yang lebih luas, untuk mengidentifikasi seseorang sebagai anggota komunitas Betawi, kita juga dapat mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti warisan budaya, sejarah, dan bahasa. Oleh karena itu, orang Betawi merujuk kepada individu yang memiliki keturunan Betawi, menggunakan bahasa dan mengikuti budaya Betawi.
DINAMIKA PERUBAHAN SITUS BUDAYA BETAWI
Situs cagar budaya betawi ini mengalami linimasa. Dalam sejarahnya, situs cagar budaya betawi bukan bertempat yang sekarang di Setu Babakan melainkan di daerah Condet.