Lihat ke Halaman Asli

Atensiku Padamu, Pak....

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagi sebagian orang, untuk meleburkan diri dalam konsentrasi murni (tidak berpura-pura ataupun tidak dibuat-buat), bukanlah semudah membalikkan telapak tangan singa. Sedikit bercerita, misalkan saja saat pelajaran Psikodiagnostik dengan dosen bak seoarang dukun, yang setiap perkiraanya adalah Insya Allah ‘tepat’. Di tengah-tengah perkuliahan, beliau bertanya kepada salah satu mahasiswanya yang menurut beliau kurang konsentrasi, “Mas, kenapa kok sepertinya gak konsentrasi??” Mahasiswa yang merasa pertanyaan itu untuknya menjawab “saya konsentrasi, saya memperhatikan, Pak”, tetapi ketika ditanya apa yang beliau sampaikan 5 menit yang lalu ia tidak tahu. Bahkan ia tidak tahu mengapa ia tidak tahu. Dalam benaknya, ia berpikir bahwa ia sedang menatap dosennya sehingga ia menganggap dirinya sudah fokus, padahal kenyataannya tidak demikian.

Seseorang dapat saja menatap langsung pada sebuah objek/ lawan bicara, namun pikirannya dapat melayang-layang ke negri awan memikirkan hal lain. Untuk orang-orang yang memiliki masalah konsentrasi, perbedaan antara fokus murni dengan yang dibuat-buat sangat ambigu (tidak jelas). Atensi (perhatian) merupakan hal yg abstrak dan bukan sesuatu yang dapat dikendalikan secara sadar.

Atensi tidak dapat berkurang, namun secara konstan (terus -menerus) teralihkan dari satu hal ke hal yang lain. Kecuali untuk hal-hal yang secara kuat menyita perhatian kita (peristiwa yang memiliki stimulus yang kuat, misalkan hal yang membuat : senang, bahagia, sakit hati, kecewa). Anak-anak dengan kesulitan konsentrasi, hanya dapat memberikan konsentrasi atau perhatian penuh pada peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang sangat kuat (high stimulating events). Sebagai contoh, anak dengan masalah konsentrasi justru dapat memberi perhatian penuh pada video game yang ia suka bahkan selama berjam-jam, namun sebaliknya, sulit sekali untuk konsentrasi dalam mengerjakan pe-er. Hal ini terjadi karena video game tersebut merupakan stimulus yang kuat bagi anak itu, sehingga dia bisa konsentrasi dan memberikan perhatian yang penuh dibandingkan pekerjaan rumah yang baginya membosankan (stimulus yang lemah).

Biasanya orangtua menganggap anak mereka seperti halnya di atas, sebagai anak yang nakal, tidak patuh, atau tidak sopan. Namun, bukan itu alasannya, sebenarnya mereka tidak mampu untuk fokus terhadap stimulus yang lemah atau terhadap peristiwa yang biasa. Mereka memang tidak mempunyai kemampuan untuk fokus terhadap situasi yang cenderung membosankan. Sekalipun tugas mereka mendapat tugas yang cukup menyenangkan/ menarik, mereka akan cenderung sulit untuk mempertahankan perhatian.

Konsentrasi atau Perhatian / atensi adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal-hal atau tujuan, atau diperhitungkan dalam pertimbangan.
Perhatian merupakan proses kognitif individu dimana kecerdasan (kognitif) fokus terhadap rangsangan dan memilihnya, kemudian membangun hubungan diantaranya. Setiap saat menerima rangsangan, berasal dari sumber yang berbeda, maka konsentrasi akan buyar. Konsentrasi ini merupajan proses yang sangat penting bagi seseorang, seperti pendidikan / belajar. Konsentrasi tidak hanya terfokus pada satu rangsangan saja tetapi juga pemilihan dan pemrosesan satu stimulus juga dapat terbagi-bagi, karena konsentrasi dapat dipilih dan diproses secara bersamaan terhadap rangsangan yang beragam - seperti ketika mengemudi mobil dan menelfon seseorang secara bersamaan.


و الى اخره .. والله اعلم بالصواب

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline