Lihat ke Halaman Asli

Dzakwan Ariqah

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Seratus Kali Menekan "Publikasikan", Sekali Lagi Saya Tersadarkan

Diperbarui: 3 Februari 2025   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: kompas.com dengan beberapa editan


Baru saja saya menyadari bahwa ini adalah tulisan ke-100 yang saya publikasikan di Kompasiana. Seratus tulisan dengan beragam tema mulai dari isu pendidikan, agama, sosial, budaya, politik, hingga refleksi kehidupan sehari-hari yang kadang dianggap remeh tapi ternyata menyimpan banyak pelajaran. Sebenarnya ini bukanlah tulisan yang ke-100 karena selama perjalanan saya mempublikasikan tulisan saya di Kompasiana, saya juga sempat menerbitkan beberapa tulisan yang berbeda di beberapa media lainnya. Ya, menulis lebih seratus artikel bukanlah pencapaian yang luar biasa, tapi bagi saya ini adalah bukti kecil dari kekuatan konsistensi yang saya upayakan. Ya, konsistensi. Kata yang sering kita dengar, tapi tak semua orang mampu menjalaninya dengan baik.  

Bagi saya, konsistensi itu seperti menanam pohon. Kita tak akan melihat hasilnya dalam semalam, tapi jika kita terus menyiraminya, suatu hari nanti ia akan tumbuh menjadi pohon yang kokoh, berdaun rindang, dan mungkin menghasilkan buah. Sama halnya dengan menulis. Setiap kali saya menekan tombol "publikasikan", saya tak pernah membayangkan tulisan itu akan menjadi tulisan pilihan di Kompasiana dan mendapat banyak umpan balik dari pembaca. Diantara 100 tulisan ini, saya pernah mengangkat isu tentang guru dan saya tidak pernah menyangka tulisan yang saya tuangkan dari kegelisahan saya tentang anggapan yang seakan-akan meremehkan profesi guru kini telah dibaca oleh ribuan orang dan menjadi artikel utama di kompasiana. Sejak saat itu saya percaya bahwa setiap kata yang ditulis adalah bibit yang suatu hari nanti akan tumbuh, entah dalam bentuk inspirasi bagi orang lain atau sebagai catatan perjalanan hidup saya sendiri.  

Konsistensi juga mengajarkan kita tentang kesabaran. Di era serba instan seperti sekarang, kita terbiasa menginginkan hasil yang cepat. Mau belajar bahasa asing? Harus bisa dalam seminggu. Mau punya tubuh ideal? Harus kurus dalam sebulan Tapi konsistensi mengingatkan kita bahwa segala sesuatu butuh proses. Menulis seratus artikel tidak terjadi dalam seminggu atau sebulan. Butuh waktu, tenaga, dan tentu saja, komitmen.  

Saya ingat, beberapa tulisan awal saya di Kompasiana hanya dibaca oleh segelintir orang. Ada yang memberi komentar positif, ada juga yang mengkritik. Tapi saya tak pernah berhenti. Bukan karena saya merasa tulisan saya sempurna, tapi karena saya percaya bahwa setiap kali menulis, saya belajar sesuatu yang baru. Konsistensi bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang terus mencoba, terus belajar, dan terus bergerak maju.  

Konsistensi juga memiliki kekuatan untuk membentuk karakter. Ketika kita berkomitmen pada sesuatu, kita belajar untuk disiplin, bertanggung jawab, dan menghargai proses. Saya pernah merasa malas menulis, terutama ketika ide-ide seakan mengering dan banyaknya tugas sekolah. Tapi justru di saat-saat seperti itu, konsistensi mengajarkan saya untuk tetap menulis, meski hanya satu paragraf atau hanya sekadar mencari ide tulisan, karena menulis satu paragraf hari ini lebih baik daripada tidak menulis sama sekali.  

Di balik konsistensi, ada juga kejutan-kejutan kecil yang membuat hidup lebih berwarna. Misalnya, ketika ada pembaca yang mengirim pesan pribadi, mengatakan bahwa tulisan saya menginspirasi mereka. Atau ketika ada teman yang tiba-tiba menyebutkan salah satu artikel saya dalam percakapan dikelas semasa saya SMA, hingga dukungan dan motivasi dari guru-guru hebat semasa saya SMA yang mendorong saya untuk selalu tumbuh terutama dalam menulis. Momen-momen seperti itu adalah buah dari konsistensi, yang mungkin tak pernah terbayangkan di awal.  

Menulis lebih seratus artikel juga mengajarkan saya tentang keberanian. Berani menyuarakan pendapat, berani menerima kritik, dan berani untuk terus belajar. Konsistensi bukan hanya tentang mengulang hal yang sama, tapi juga tentang berkembang dan menemukan hal-hal baru. Setiap tulisan adalah cerminan dari proses belajar yang tak pernah berhenti.  

Jadi, apa rahasia di balik konsistensi? Menurut saya, kuncinya adalah mencintai apa yang kita lakukan. Jika kita mencintai prosesnya, hasilnya akan mengikuti dengan sendirinya. Menulis bukan sekadar tentang menghasilkan karya, tapi juga tentang menikmati setiap kata yang tertuang, setiap ide yang terlahir, dan setiap pelajaran yang didapat.  

Seratus tulisan yang saya publikasikan di kompasiana ini bukanlah akhir, tapi awal dari perjalanan yang lebih panjang. Masih banyak hal yang ingin saya tulis, masih banyak peristiwa yang ingin saya kritik, banyak cerita yang ingin saya bagikan, dan banyak pelajaran yang ingin saya petik. Ya karena pada akhirnya, kekuatan di balik konsistensi bukanlah tentang angka atau pencapaian, tapi tentang bagaimana kita tumbuh dan belajar dalam prosesnya.  

Jadi, mari kita terus konsisten, dalam menulis, dalam berkarya, dan dalam menjalani hidup. Percayalah balik konsistensi, ada kekuatan yang mampu mengubah hal-hal kecil menjadi sesuatu yang luar biasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline