Lihat ke Halaman Asli

Dzakiy Nurfadhil Almas Dyansa

Sebelas Maret University Student

Fenomena Klitih

Diperbarui: 30 Juni 2022   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan di era globalisasi yang serba teknologi turut memengaruhi tingkah laku dan sikap generasi muda. Remaja seringkali ingin menunjukan eksistensi dirinya bukan dengan prestasi namun justru dengan tindakan yang brutal dan membahayakan. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup serius bagi bangsa Indonesia. 

Remaja seperti tertantang dalam bertindak sesuai perannya dengan kelompok-kelompok yang diikuti untuk mendapatkan eksistensi dari lingkungan sehingga akan dikenal banyak orang. Wajar rasanya dengan mengakatakan bahwa kemajuan dalam segala bidang kehidupan ikut menjadikan remaja terbawa arus penyimpangan sosial sehingga mereka menjadi korban ganas dari globalisasi dan modernisasi.

Penyimpangan yang dilakukan remaja sebab perkembangan globalisasi menyebabkan mereka lupa bahwa akhlak merupakan kunci utama untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Akhlaklah yang akan menjadi nilai positif dan dapat diterima oleh mayarakat. Hanya saja, perkembangan zaman membuat para remaja terperangkap dalam lubang kenakalan yang pada akhirnya menyebakan ketidaknyamanan di lingkungan masyarakat. 

Akibatnya, generasi muda yang seharusnya menjadi penerus bangsa dan meneruskan estafet perubahan, justru terbawa kepada aksi-aksi yang menakutkan serta jauh dari kebenaran, salah satu kenakalan remaja yang belakangan ini terjadi adalah fenomena "klitih" yang terjadi di Yogyakarta dan menjadi permasalahan sosial hingga saat ini.

Pada mulanya klitih diartikan dari bahasa jawa yaitu anak-anak yang berkeliling untuk mengisi waktu luang tanpa kegiatan yang spesifik. Namun belakangan ini paradigma tersebut berubah, klitih saat ini justru diartikan sebagai fenomena anak muda yang sedang mencari jati diri serta pengakuan dari lingkungan namun dengan tindakan dan cara-cara yang merugikan serta membahayakan orang lain. 

Dari berbagai penelitian yang membahas permasalahan klitih ini, dapat dilihat bahwa aksi klitih telah menimbulkan banyak korban. Mengutip dari berita Kompas, catatan kejahatan jalanan menurut Polda DIY pada 2020 terdapat  52 kasus kejahatan. Angka ini meningkat 58 kasus pada 2021 dan diperkirakan akan meningkat lagi di tahun 2022. 

Salah satu contoh kasus klitih yang terjadi baru-baru ini adalah penyerangan yang menewaskan Daffa Aidzin Albasith (18) pada Senin, 4 April 2022. Kejadian tersebut kembali mengangkat kasus kejahatan jalanan sehingga menimbulkan kepanikan khususnya bagi warga Yogyakarta.

Berdasarkan fenomena klitih yang terjadi seperti di atas, hal itu tentu menjadi polemik serius bagi seluruh lapisan masyarakat. Sejatinya remaja masih berkewajiban untuk menuntut ilmu, mengembangkan diri, dan mengisi otak dengan hal-hal positif yang akan membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. 

Dengan pendidikan itu juga akan terbentuk aqidah dan akhlak baik sebagai karakter dari generasi muda diera perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Pentingnya peran orang tua, lembaga pendidikan, hingga lingkungan sekitar untuk mengajarkan, mengawasi, dan membentuk karakter generasi muda yang berakhlak, berilmu, bermanfaat, serta jauh dari segala tindak kejahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline