Lihat ke Halaman Asli

TERIMAKASIH TUHAN, KAU BUKAKAN PINTU HIDAYAHMU DI BULAN YANG SUCI INI

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu, matahari dengan malu mulai menampakkan sinarnya. Burung-burungpun satu per satu mulai meninggalkan sarangnya. Angin dingin berhembus sesuai dengan titah Tuhannya. Akupun terjaga dari tidurku, kudapati diriku masih berada di salah satu bar di sudu kota Jakarta. Ku lihat di atas meja yang ada di depanku, masih terjejer rapi botol-botol minuman keras sisa semalam. Tiba-tiba kepalaku mulai terasa pusing dan perutku juga terasa mual, mungkin itu bekas efek minumku semalam.

Akupun mulai beranjak dari kursi dan ku langkahkan kaki menuju seorang penjaga bar yang sudah lama ku kenal

“Hey bro…,sudah berapa lama aku teler di sini?” kataku membuka pembicaraan

“Sudah dari semalaman kau teler di sini” jawabnya singkat

“Oh..,belakangan ini aku memang sedang banyak masalah, jadi kuhabiskan waktuku di bar ini saja dari pada melihat ortu yang kelahi terus.,.oh iya, jadi berapa semuanya?”

“Bentar ku hitung dulu.,.,.emmmmmmmmmm.,,.,semuanya 200.000 rupiah”

“Oh.,.,ya sudah.,ni uangnya” ujarku sambil ku ulurkan kepadanya dua lembar uang 100 ribuan

Aku mulai melangkahkan kakiku keluar dari bar yang cukup besar tersebut menuju sebuah mobil sedan merk BMW warna hitam legam. Kubuka pintu mobil itu dan kujalankan keluar dari pelataran bar menuju daerah pusat kota Jakarta yang tak salah lagi adalah rumahku. Ku parkirkan mobil itu di pelataran rumah yang sangat luas. Kupandangi di depan mataku telah berdiri kokoh sebuah rumah tingkat dua yang begitu luas dengan dua tiang besar yang menyangganya, rumah mewah dengan design khas italia bercat putih menjadikan siapa saja yang melihatnya akan terkesima dengan ke indahannya. Ku langkahkan kaki dengan lunglai memasuki rumah tersebut, lalu ku ketok pintunya.

“Tok toktok.,.,.,.,woyy bukain pintunya woy.,.cepetan.,.” kataku dengan nada keras

“Oh iya den.., kok baru pulang sih den” pembantuku pun menjawabnya sambil membukakan pintu rumah

Setelah pintu dibuka oleh pembantuku yang bernama Bi Minah. Bau alkohol menyengat keluar dari mulutku. Tiba tiba kepalaku terasa sangat pusing, dunia pun serasa terbalik ,dan tubuhku lemas tak berdaya. akhirnya.,.,BUK.,.,aku jatuh tak berdaya didepan Bi Minah.

“Ya ampun.,.,aden mabuk ya,,” kata Bi Minah dengan wajah kaget

Diapun langsung memapahku masuk ke rumah dan mengantarku memasuki kamar yang ada di lantai dua. Dengan sekuat tenaga ia menggendong ku menaiki tangga. Kemudian ia membuka pintu kamarku dan menidurkanku di ranjang yang begitu empuk.

“Hufth.,.,.,aden ini bisanya ngrepotin orang lain saja.,.,kalau pulang pasti dalam keadaan mabuk”tuturnya sambil membasuh keringat yang menetes di dahinya.

***

Aku masih tak sadar. Tiga jam aku belum juga membuka mata. Dan lima belas menit kemudian, kubuka mata perlahan dan kudapati Bi Minah masih berada di sisiku dengan membawa segelas air putih di tangan kanannya.

“Akhirnya aden sadar juga.,.,.ini minum dulu, biar enakan badannya” ia berkata sambil mengulurkan gelas tersebut.

“Terimakasih bi.,.,”. ku ambil segelas air putih yang ada di tangan kanannya lalu kuminum air tersebut.

“Bagaimana sekarang, udah enakan?”.

“Lumayan bi.,..udah agak mendingan”.ku sodorkan gelas yang sudah tak ada isinya itu sambil sekali lagi kuucapkan terimakasih kepadanya.

“Ya sudah,.,nanti kalau perlu bantuan bibi, panggil saja, bibi ada di dapur”, ia pun menerima gelas tadi sambil bergegas keluar dari kamarku.

Setelah Bi Minah keluar, kubuka tirai jendela dan kudapati terik matahari menyapa wajahku, mungkin karena hari sudah siang dan matahari mulai menjalankan tugasnya menerangi seluruh umat manusia yang butuh akan sinarnya. Kuanggukkan kepalaku ke bawah dan ku lihat pekaranga rumah yang tertata rapi dan juga mobilku yang masih berada di tempat semula. Tetapi mobil kedua orang tuaku sudah tidak ada di tempatnya, mungkin mereka berdua sudah berangkat kerja, mereka memang setiap hari sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

***

Papaku adalah seorang direktur perusahaan kelas atas yang sangat sibuk mondar-mandir ke luar kota bahkan ia sering pergi ke luar negeri untuk kepentinga bisnisnya, begitu juga Mamaku yang merupakan designer kelas atas yang sering mengunjugi butik-butik miliknya dan juga show-show baju hasil designnya.

Mereka semua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. bahkan anaknya sendiri yang mendambakan kasih sayang dari mereka, tidak pernah mendapatkan perhatian dari mereka, hanya sesekali mereka menanyakannya pada Bi Minah bagaimana keadaan anaknya. Dalam benak mereka hanya ada pikiran tentang bagaimana mendapatkan uang banyak. itu saja. Sedangkan aku anaknya, setiap hari di rumah hanya ditemani Bi Minah. Sampai-sampai aku anggap Bi Minah sudah seperti ibuku sendiri.

Memang mereka memberiku harta yang melimpah, mobil bagus, rumah besar, uang banyak. Tetapi, bukan itu yang aku mau. Aku hanya ingin kebersamaan dan kehangatan yang seharusnya aku dapatkan. Ah…,entahlah, mungkin ini memang nasibku hidup tanpa kasih sayang orang tua.

***

Lama termenung dalam lamunanku, aku tutup tirai tersebut dan kemudian dengan badan yang masih agak lemas, kulangkahkan kakiku keluar dari kamar. Kulihat Bi Minah sedang sibuk dengan pekerjaannya di dapur.

“Bi.,.,.sedang apa???” tanyaku sambil menuruni anak tangga menuju dapur

“Oh.,.,ini lagi cuci piring, gimana.,.,,sudah baikan???”katanya sambil terus mencuci piring-piring yang ada di depannya

“Udah agak lumayan”

“Lain kali jangan mabuk-mabukan terus.,,.,gak baik.,.,apalagi sekarang kan bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah” katanya menasihatiku.

“Memang kenapa bi?” tanyaku.

“Ya kan seharusnya sebagai muslim yang taat kita harus menjalankan ibadah puasa, bibi saja sekarang puasa” jawabya dengan nada yang halus.

Aku tersentak dengan kata-kata itu. Ohh.,Tuhan, aku sampai lupa sekarang adalah bulan Ramadhan, bulan puasa bagi orang-orang yang beragama islam. Dalam KTP ku memang disitu tercantum bahwa aku beragama islam. tetapi aku tidak pernah menjalankan apa yang seharusnya menjadi kewajibanku.

Memang orangtua ku tidak pernah mengajarkan kepadaku tentang agama. bahkan orang tuaku saja tidak tau sedikitpun tentang agama. Mereka hanya tau bahwa mereka beragama islam, tetapi islam yang hanya tercantum dalam KTP nya saja. Tidak seperti Bi Minah, ia adalah seorang muslim yang taat. Ia rutin menjalankan apa yang seharusnya orang muslim lakukan. seperti saat ini, ia menjalankan puasa ramadhan. Sedangkan aku dan kedua orang tuaku hanya menjadikan agama sebagai status semata, tidak lebih dari itu. Kami tidak pernah melaksanakan sholat, tidak bisa mengaji, tidak pernah membayar zakat, dan juga tidak pernah menjalankan puasa.

Tiba-tiba hatiku terketuk, dalam bulan yang penuh berkah ini, aku ingin mempelajari agama lebih dalam. aku ingin bisa membaca Al-Qur’an, aku ingin bisa melaksanakan sholat, dan aku juga ingin menjalankan puasa

“Tetapi apakah Tuhan akan mengampuni semua dosa-dosaku?apakah Tuhan akan membuka pintu ampunan bagi orang yang sudah terlalu lama melalaikanNya?” Pertanyaan itu terus menghantui seluruh sel-sel dalam otakku. Aku merasa bahwa aku adalah orang yang berlumur dosa, aku adalah orang yang paling hina di muka bumi ini, Aku adalah orang yang tidak pantas untuk dibukakan pintu ampunannya. Tetapi bukannya bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulan penuh ampunan. Semoga saja Tuhan masih mau memaafkan semua kesalahan-kesalahan yang kuperbuat dan meridhoi niat baikku.

***

Aku terbangun dari lamunanku. mataku mulai berkaca-kaca. perlahan air bening mulai keluar dari mataku dan menetes membasahi pipi. Kuusap air itu dengan tangan. Bi Minah terheran kenapa aku menangis.

“Den Rangga.,.,kenapa menangis?” tanyanya heran

“Bi.,.,.apakah Allah akan memaafkan semua kesalahanku Bi?apakah Ia masih menyediakan pintu taubatnya kepada orang yang penuh dosa ini?” kataku dengan nada gemetaran

“Pasti, Allah akan selalu membukakan pintu maafnya kepada semua umat manusia yang ingin sungguh-sungguh bertaubat kepadanya. Apalagi sekarang kan bulan Ramadhan”jawabnya dengan nada lembut

“aku ingin belajar agama Bi.,.,.,aku merasa selama ini aku sudah lupa dengan Tuhan yang menciptakan manusia. Aku pengen bertaubat Bi, aku pengen berubah.,.,.,aku pengen bisa sholat, ngaji,.,.,.,aku juga pengen menjalankan puasa.,.pokoknya aku pengen bertaubat.,.,apakah bibi mau mengajariku untuk belajar agama????” air bening itu mulai mengucur deras dari mataku, pipiku basah oleh air itu, dan dengan rajin aku mengusap pipi itu sambil sesekali sesengukan.

“Bibi selalu siap bagi siapa saja yang ingin berbuat baik termasuk jika ingin belajar agama kepada Bibi” Bi Minah pun ikut terbawa suasana dan perlahan air mata mulai keluar dari pelupuk matanya.

Segera aku peluk Bi Minah dengan air mata yang terus mengalir dari keduanya. Aku sudah tak tahan dengan semua beban dosa ini.

“Terimakasih ya Bi.,.,.,selama ini Bibi yang selalu menemani Rangga dan membimbing Rangga.,,Bibi sudah Rangga anggap seperti ibu Rangga sendiri” ucapku sambil memeluk erat Bi Minah yang masih hanyut dalam suasana

Kulepaskan pelukan itu. Bi Minah pun menghapus air mata di pelupuk mataku.

“Sudahlah jangan menangis terus” ujarnya dengan mata yang masih berkaca-kaca

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari depan rumah, mungkin itu Papa dan Mama yang baru pulang dari kerja. Bi Minah pun bergegas membukakan pintu dan seperti dugaan ku, Papa dan Mama telah pulang.

“Hey Rangga.,.,kenapa mukamu pucat begitu.,.,.kau habis menangis ya?” sapa Papa

“Ah..,enggak, tadi habis bantu Bibi ngiris bawang jadi mataku agak pedas”jawabku dengan nada malu sambil terus mengucek mata

“Oh.,.,ya sudah, Papa dan Mama ingin istirahat dulu” katanya dengan wajah yang tampak begitu letih

Merekapun berjalan menuju kamar yang ada di lantai satu dekat ruang keluarga. Akupun juga bergegas naik ke lantai dua meninggalkan Bi Minah yang masih berdiri di dalam ruang tamu menuju kamarku untuk merebahkan tubuh yang terasa pegal ini.

***

Aku terbangun dari tidurku. Ku lihat jam menunjukkan jam 03.00 pagi. Aku bergegas bangkit dari kamarku menuju kamar Bi Minah. Ku ketuk kamarnya dan kemudian Bi Minah pun muncul dengan muka sayu.

“Ada apa malam-malam begini den Rangga ketok-ketok kamar orang” tanyanya kepadaku

“Aku ingin sahur bi, aku ingin menjalankan puasa seperti yang Bibi lakukan” kataku menjawab pertanyaanya

“Oh.,.,Aden benar-benar ingin berpuasa.,.ya sudah akan Bibi siapkan makanannya.,., kita sahur bersama” ujarnya sambil pergi menuju dapur

Beberapa menit, makanan pun telah tersaji di meja makan. Aku dan Bi Minah dengan lahap memakan semua makanan yang dihidangkan oleh Bi Minah. Selesai makan, akupun mulai membuka pembicaraan.

“Bi…,ayo ajari aku sholat dan mengaji, mumpung belum masuk waktu shubuh” kataku memohon

“Ya.,.,,ayo ke kamar Bibi” jawabnya dengan mulut yang masih mengunyah makanan

Akupun masuk ke kamar Bi Minah. Ia lalu mengajarkan kepadaku bacaan-bacaan sholat, butuh waktu cukup lama bagiku untuk menghafal bacaan-bacaan dalam sholat. Bi Minah juga mengajarkan padaku bagaimana membaca Al­-Qur’an dari mulai iqra' jilid 1. Dengan sabarnya ia mengajarkan kepadaku dari huruf alif hingga huruf ya’. Akupun mulai kagum dengan kesabaran Bi Minah dalam mengajariku walaupun aku tak bisa dengan lancar menghafalnya.

Adzan shubuh pun berkumandang. Aku dan Bi Minah bergegas pergi ke masjid yang baru kali ini aku kunjungi. Sedangkan orangtuaku masih terlelap dalam tidurnya. Masjid itu tak jauh dari rumah. Akupun mulai mempraktikkan bacaan-bacaan shalat yang diajarkan Bi Minah tadi. Dalam shalatku, tak tau kenapa hatiku merasa lebih tentram dan damai, biasanya aku hanya merasakan kehampaan dalam diriku. Aku merasa ada yang berbeda dalam sholatku kali ini. Aku merasa Allah benar-benar sedang melihatku. Aku benar-benar larut dalam kekhusukanku.

Selesa shalat, aku dan Bi Minah pulang ke rumah. Ku bangunkan kedua orangtuaku dari tidur mereka. Tak lama, munculah mereka di hadapanku

“Tumben pagi-pagi sudah bangun, biasanya jam delapan kamu baru bangun” tanya Mamaku heran. Merekapun pun bergegas bangun dan mandi.

Selesai mandi dan bersiap-siap. Papa dan Mama pergi kekamarku dan mengajakku sarapan bersama

“Rangga, ayo sarapan” ajak mereka kepadaku

“Maafma, pa, aku hari ini sedang puasa”jawabku menolak ajakan mereka

“Apa?kamu puasa” tanya mereka dengan muka terkaget-kaget

“Iya, mulai hari ini aku akan puasa dan menjalankan ibadah yang merupakan kewajibanku yang lama kulalaikan, aku ingin berubah ma” kataku mantap

Mereka terbengong-bengong seperti tidak percaya. Mereka sangat kaget dengan apa yang aku katakan barusan. Anaknya yang kerjanya mabuk-mabukan , main perempuan, dan menghambur-hamburkan uang kini telah berubah 180 derajat. Sungguh tak bisa dipercaya. Mungkin dalam hati kecil mereka merasa malu. mereka sebagai orangtuanya malah tidak pernah mengajarkan kepada anaknya semua hal tentang agama.

Mereka pun mulai tersadar. Mereka merasa telah melalaikan Dzat yang menciptakan mereka. Mereka merasa telah jauh dari-Nya. Mereka juga merasa dosa-dosa yang dipikulnya telah begitu berat. Dengan perlahan merekapun meneteskan air mata seperti apa yang aku lakukan kemarin. Mereka mendekatiku dan dengan sigap mereka memelukku secara bersamaan. Baru kali ini aku merasakan kehangatan dan kebersamaan yang selama ini aku idam-idamkan. akupun ikut menangis, dan beberapa saat kami bertiga hanyut dalam kebersamaan itu.

Orangtuaku pun memutuskan untuk belajar agama dengan Bi Minah.sama sepertiku. Mereka mulai belajar shalat, menjalankan puasa, bahkan orangtuaku kini mulai membayar zakat dan juga bersedekah. Keharmonisan yang dahulu menurutku hanya menjadi impian yang tak pernah menjadi kenyataan kini mulai terwujud di antara kita.

***

Tak terasa, bulan Ramadhan telah berlalu. Itu artinya hari ini adalah hari raya bagi seluruh insan muslim di seluruh dunia. Dengan tegap, ku langkahkan kaki menuju masjid yang ada di dekat rumahku. Sedangkan kedua orangtuaku berjalan beriringan di belakangku. Kali ini kami akan melaksanakan sholat idul fitri. Dalam hati kecilku berharap di hari idul fitri ini,hati kami pun menjadi fitri kembali. Kebahagiaan dari raut muka ku dan kedua orangtuaku serasa menghiasi pagi itu. Sesampainya di masjid, kami rentangkan sajadah-sajadah baru yang telah kami bawa. Bau wanginya masih tercium tajam bagi siapa saja yang ada di dekatnya

Takbiratul ihram telah imam kumandangkan. Aku pun mulai merentangkan tangan seraya bertakbir kepada-Nya. Tiba-tiba badanku mulai merinding, hatiku bergetar. Aku merasakan ketentraman dan kesejukan hati yang begitu dahsyat tak seperti biasanya. Dalam sholatku, bibirku tak henti-hentinya mengucapkan tasbih kepadaNya

Selesai shalat, ku panjatkan doaku kepada-Nya “Ya Allah.,.,terima kasih engkau telah memberiku limpahan kenikmatan yang begitu banyak bahkan aku tak mampu menghitungnya satu persatu, terimakasih engkau telah membukaan pintu hidayahMu bagiku dan bagi kedua orangtuaku, ampunilah semua dosa hambamu yang berlumur dosa ini”.

Orang-orang pun mulai satu persatu meninggalkan masjid. aku dan kedua orantuaku pun mulai beranjak meninggalkan masjid. Dalam hatin kecilku berkata “Terimakasih Tuhan.,.,.,kau berikan pintu hidayahmu di bulan yang suci ini, semoga limpahan kasihmu selalu menghiasi setiap langkah kakiku, Amin…”.

THE END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline